MENGAPA PATUNG BUDDHA MAHAYANA TERDAPAT TIGA ARCA
Secara filosofi
telah dijelaskan bahwa Dharma yang disampaikan oleh Hyang Buddha merupakan
kebenaran abolut. Karena begitu sukar untuk dimengerti oleh umat awam tentang
Buddha Dharma, maka diterapkan juga upaya kausalya. Yang dimaksud dengan upaya
kausalya adalah bahwa dengan cara yang mudah, diantaranya dengan bhakti puja,
beranjali, namaskara maka seeorang akan dapat memahami ajaran Hyang Buddha dan
menguatkan keyakinanya.
Jalan yang
paling mudah ditempuh dan mudah dipahami oleh umat awam adalah melakukan bhakti
puja dalam upacara. Bhakti puja di dalam Mahayana bertujuan untuk membimbing
umat menuju pengertian Dharma juga
menguatkan iman umat awam dan secara metode psikologis berfungsi sebagai sarana untuk mengurangi
penderitaan dan keulitan mereka. Bhakti puja umumnya ditujukan kepada Buddha,
Bhoddhisatva dan para Dewa. Obyek pemujaan terpenting Mahayana adalah obyek
yang berada di Serambi Agung (altar) ada tiga arca Buddha dengan wajah yang
sama dengan mudra yang berlainan dan makna yang berbeda yaitu: di sebelah kiri
adalah Amitabha Buddha atau jelmaan dari Sambhogakaya (tubuh berkah, tubuh
sinar yang memberikan bimbingan), di tengah Sakyamuni Buddha (Gautama Buddha)
jelmaan dari Dharmakaya (tubuh halus, tubuh absolut dari para Buddha sebagai
suatu yang absolut), di sebelah kanan adalah Bhaisajya Guru Buddha jelmaan dari
Nirmanakaya (tubuh yang dimiliki oleh Sakyamuni pada waktu membabarkan Dharma
di dunia.
Buddha bukanya
tiga tetapi satu. Trikaya tidak lain merupakan aspek dari satu Buddha. Jika
dipandang dari aspek yang absolut dan universal, beliau adalah Dharmakaya yang
transeden; jika ditinjau dari aspek idealitas, beliau sebagai manusia
dijadjikan ilahi, sebagaimana apa adanya, beliau adalah Sambhogakaya, memberi
khotbah kepada para Bodhisatva untuk menolong mereka bekerja menyelamatkan
makhluk-makhluk hidup; jika ditinjau dari aspek manusiawi, beliau adalah
Nirmanakaya, Sakyamuni yang menyejarah, lahir di Kapilavastu, mencapai
pencerahan di bawah pohon bodhi, dan merealiasi Parinirvana setelah
menyelesaikan misi-Nya dalam kehidupan.
Harus diingat
bahwa Sakyamuni Buddha bukanlah satu-atunya manifestasi Dharmakaya dalam wujud
Buddha Nirmanakaya, karena ada banyak manifestasi Nirmanakaya, seperti halnya
ada banyak sosok ideal dari Sambhogakaya, tetapi ada satu Dharmakaya Buddha
yang absolut, sedangkan yang lain-lain merupakan aspek refleksi belaka.
Dalam Kayatraya, Ananda menggunakan ceramah Buddha mengenai
Trikaya “Apakah yang penuh rahmat memiliki sebuah tubuh?” Buddha menjawab
“Tathagata memiliki tiga tubuh”. Jadi kita dapat melihat bahwa tiga tubuh
adalah tiga aspek dari ssatu Buddha atau Tathagata. Merek itu atu dalam esensi
tetapi berbeda dalam sifat dan aktivitasnya.
Nirmanakaya
Nirmanakaya
adalah Buddha universal yang bermanifestasi di dunia makhluk-makhluk hidup,
yang mengadaptasi dirinya dengan kondisi-kondisi duniawi, memiliki tubuh
duniawi tetapi memelihara kesucian. Dia adalah representasi yang absolut di
alam manusia, yang mengajar makhluk-makhluk hidup dalam rangka membebaskan
mereka dari penderitaan, dan melalui pencerahan membimbing mereka menuju
keselamatan. Dengan cara ini Buddha mengajar dan menghantar semua makhluk hidup
melalui ajaran religius-Nya, yang jumlahnya tak terhitung seperti atom-atom.
Segala dayya kasih sayang, inteligensi, dan kehendak-Nya tidak berkesudahan
sampai semua makhluk dengan cara yang tepat dalam perlindunga-Nya mencapai
keselamatan. Apapun sasaranya untuk penyelamatan dan apapun lingkunganya, dia
akan menyesuaikan diri dengan semua kondisi secara tepat dan sukses berjuang
mencapai pencerahan serta penyelamatan.
Nirmanakaya
secara umum diartikan sebagai tubuh transforasi (perubahan), karena tubuh ini
digunakan oleh Sakyamuni dan manusia-manusia Buddha yang lain untuk
bermanifestai sebagai sosok yang memiliki karakteristik dan sifat moralitas,
juga menjadi sasaran dari penyakit, penuaan, dan kematia. Manuia Buddha
mengekspresikan manusia yang sempurna, suci, bujaksana, dan memiliki kekuatan.
Dia memiliki semua tanda kesempurnaan secara fisik, memiliki kekuatan yang
menyatau dengan keelokan, dan pikiranya adalah keutuhan dari intelegensi dan
belas kasih.
Di dalam agama
Buddha Hinayana, Buddha historis dihormati sebagai seorang manusia diiantara
para manusia, tetapi kita melihat kecenderungan untuk mengidealisasikan beliau.
Dalam Mahayana secara terbuka ada preferensi untuk Buddha yang ideal,
Sambhogakaya yang berkhotbah untuk para Bodhisatva, dan Nirmanakaya yang berkhotbah
untuk umat manusia yang diliputi ketidaktahuan. Tetapi meskipun Buddha
Nirmanakaya mengambul bentuk sosok tubuh manusia, beliau hakikatnya sama dengan
Dharmakaya, beliau sesungguhnya merupakan sebuah manifetasi dari Dharmakaya,
dan keilahian ini diakui atau, sebagaimana yang lebih suka dikatakan oleh umat
Buddha, beliau adalah manifestasi dari hakikat Buddha yang sejati. Tubuh
Nirmnakaya yang nyata ini adalah Dharmakaya dan semua Nirmanakaya menyatu di
dalam Dharmakaya.
Sambhogakaya
Nirmanakaya
merupakan manfestasi yang ditujukan untuk kepentingan makhluk-makhluk yang
sedikit atau banyak diliputi ketidakrahuan seperti para Srawaka, Pratyeka
Buddha, dan Bodhisattva tingkat yang lebih rendah, tetapi Sambhogakaya
dimanifestasikan untuk kepentingan untuk semua Bodhisattva. Sambhogakayalah
yang mengkhotbahkan kebanyakan Sutra Mahayana. Hanya singon yang mengklaim
bahwa ajaranya diberikan secara langsung oelh Buddha Dharmakaya.
Sambhogakaya
kadangkala disebut tubuh Pahala karena ia menikmati buah dari pekerjaan
spiritualnya, tetapi belakangan ia disebut tubuh kebahagiaan karena ia
dinikmati oleh semua Bodhisattva. Sambhogakaya dapat dilihat leh Bodhisattva.
Ia merupakan simbol kesempurnaan dan perssonifikasi kebijaksanaan
transendental. Ia merupakan Buddha ynag ideal.
Tubuh Buddha ini
merupakan tubuh yang bercahaya cemerlang, yang memancarkan sinar terang. Ia
memiliki dua bentuk, yang pertama menyangkut kebahagiaan diri sendiri, dan yang
kedua menyangkut pengajaran Bodhisattva. “tubuh menajubkan, menampakan roda
Dharma, melenyapkan semua keraguan religius yang ada pada para Bodhisattva dan
menyebakan mereka menikmati kebahagiaan dalam Dharma Mahayana”.
Sambhogakaya
adalah ekspresi dari Dharmakaya dan berada diantara Dharmakaya dan Nirmanakaya.
Bagi kebanyakan orang, Dharmakaya tidak dapat dipikirkan tetapi Sambhogakaya
dapat dipikirkan. Bagi beberapa orang, Sambhogakaya mengambil bentuk Amida
(Amitabha) di Tanah Sucinya, bagi orang lain, ia adalah Tuhan dalam agama
Kristen, bagi yang lain lagi, ia adalah Iswara. Disatu pihak ia adalah Buddha
yang diidealisasikan, dipihak lain, ia adalah Dharmakaya yang
dipersonifikasikan. Ada sebagian orang yang membandingkan Sambhogakaya dengan
Kristus yang dipermuliakan, tetapi agaknya ia seperti Tuhan dalam agama
Kristen, dipuja karena Ketuhanan yang absolut. Amida di Tanah Sucinya dan Tuhan
di Surga keduanya adalah Sambhogakaya.
Sambhogakaya
adalah Buddha yang Abadi, dan banyak penganut Mahayana berpaling kepada-Nya.
Mereka dihujat karena hal ini, tetapi mereka menjawab bahwa mereka leih menyukai
substansi dari pada bayangan, relitas dari pada bayangan. Mereka menyatakan
bahwa Sambhogakaya telah berinkarnasi di dalam Nirmanakaya, dan ketika mata
kita melihat kemuliaan Buddha yang abadi, kita tidak perlu menatap ekspresi
manusianya. Selama kita masih diliputi ketidaktahuan, ajaran dan contoh manusia
Buddha sangat menolong kita, tetapi ketika kita melihat dengan jelas dengan
mata seorang Bodhisattva, dan tidak melalui “kaca mata yang gelap”, kita
melihat Buddha yang sangat cemerlang, Buddha cahaya, Buddha Kebenaran, Buddha
Keabadian.
Dharmakaya
Secara umum
dijelaskan bahwa Dharmakaya adalah kebenaran yang permanen, tidak berbeda, dan
dapat dipahami, tetapi penjelasan yang mendetail tentangnya beragam menurut
aliran-aliran agama Buddha yang berbeda. Dalam kebangkitan keyakinan, kita
mebaca bahwa ia adalah kebenarann pokok. Kitab-kitab Prajnaparamita memandang
Dharmakaya sebagai hasil dari Dharma, keberadaan tertinggi, Dharmakaya adalah
Prajna, pengetahuan tertinggi.
Di dalam Daijogisho mengatakan bahwa Dharmakaya
adalah tubuh keberadaan itu sendiri yang tidak berawal. Dalam Butsujikyo kita baca bahwa Dharmakaya
adalah tubuh alami Tathagata sendiri, permanen dan tidak berubah, haikat nyata dari setiap
Buddha dan setiap makhluk. Kaum Madyamika mengartikan Dharmakayasebagai
kekosongan, yang berarti, bagaimana pun, realitas yang tidak dapat,
diekpresikan dengan kata-kata. Kaum Yogacara mengartikanya yang absolut.
Shingon
menganggap Dharmakaya sebagai personal, yang memanifestasikan kasih sayang dan
tindakan, serta menyelamatkan makhluk-makhluk dengan mengajar mereka, bukan
hanya sebagai yang impersonal dan transendental. Dia bukan tidak berbentuk
tetapi merupakan substansi yang riil, benar dann permanen. Dharmakaya adalah
keseluruhan substansi dari alam semesta. Dharmakaya memanifestasikan dirinya di
alam semesta di dalam dan melalui semua bagianya, dan manifestasi ini bekerja
secara aktif dalam hukum dan kondisi. Dharmakaya adalah bagian dalam tubuh
Buddha yang telah terccerahkan. Bagi orang-orang yang tidak tahu, dia tidak
berbentuk, tetapi bagi orang-orang yang mengerti, Dharmakaya memiliki bentuk
dan mengajarkan Dharma. Menurut agama Buddha pada umumnya, Dharmakaya itu
benar-benar tidak berbentuk dan hening, tetapi hingon menekankan pencerahan
tertinggi yang yang mengekspresikan dirinya secara aktif di dalam kasih sayang
dan dengan demikian membentuk sebuah kepribadian sejati yang dapat dirasakan dan diketahui orang yang
tercerahkan. Mungkin dalam satu kata, realitas adalah cara yang terbaik untuk
menjelaskan Dharmakaya. Dharmakaya adalah apa yang harus direalisasi oleh
setiap makhluk untuk dirinya sendiri. Ia adalah tujuan para Bodhiattva dan
makhluk-makhluk lain, meskipun biasanya hanya seorang Bodhiattva yang dapat
diharapkan untuk merealisasinya secara penuh. Setiap makhluk memilikinya. Ia
merupakan hakikat nyata dari segala sesuatu, dan berdasarkan aspeknya ini kita
dapat pula menyebutnya Tathagata, Dharmadatu, Tathagatagarbha. Nirwana
merupakan baitnya. “dharmakaya secara literal berati tubuh atau sosok yang
bereksistensi sebagai prinsip, dan kemudia ia diartikan sebagai realitas
tertinggi yang darinya segala sesuatu berasal sesuai hukumnya, tetapi dirinya
sendiri mengatasi semua kondisi yang terbatas. Ia adalah apa yang ada di dalam
batin dan pada hakikatnya merupakan Ke-Buddha-an.
Jika dilihat
dengan cara ini, misteri dari tiga tubuh pun terpecahkan. Dalam filafat Inda
kita menemukan Dharmakaya sebagai para Brahman, dan Brhaman berdasarkan aspek
yang betul-betul dipertimbangkan. Sambhogakaya sama dengan Iswara, dan
Nirmanakaya muncul dalam diri pemimpin besar spiritual India, atau mungkin
dipandang sebagai seorang Awatara. Akan lebih jelas jika tiga tubuh diganti
dengan sebutan tiga aspek dari satu Buddha: Buddha Historis, Buddha Abadi, dan
Buddha Universal.
Kesimpulan
Di dalam Dharmakaya,
Sakyamuni Buddha telah sepenuhnya telah merealiasikan kesatuan dan kesamaanya
dengan yang absolut (Dharma Sunyata)
dan persamaan.
Di dalam
Sambhogakaya, hal ini merupakan manisfestasi yang konkrit bagi dirinya (Svasambhoga) dan pemilikan kekuatan (Parasambhoga) atau tubuh yang bersinar.
Di dalam
Nirmanakaya, ke-Buddha-an terwujud. dalam tubuh Sakyamuni Buddha. Hal ini juga
harus dimengerti oleh umat Buddha ketika memberika penghormatan di hadapan arca
Buddha atau gambar Buddha. Hal itu harus dimengerti sebagai penghormatan kepada
kebearan Buddha yang termanifestasi dalam Nirmanakaya. Telah berkali-kali dikatakan agar kita
hendaknya menganggap dan Buddha yang kita lihat baik yang berupa arca atau
gambar sebagai Dharmakaya danjangan menganggap seperti apa yang terwujud di
hadapan kita.
Jantun Mahayana
terletak pada Trikaya (tiga tubuh Buddha) dan Bodhisattva, yang sejalan dengan
konsep Prajna (kebijakssanaan) dan Karuna (belas kasih). Sulit untuk
menjelaskan Trikaya dengan kata-kata, dan meditasi terhadap problem ini akan
menyingkapkan lebih jauh daripada yang dipaparkan di atas. Tetapi untuk
mengerti agama Buddha Mahayana, di erlukan pemahaman tentang konsep tiga tubuh
trsebut. Ia mendasari ajaran Mahayana dan dikhotbakan dan dipandang benar dalam
Sutra-sutra Mahayana. Apakah kita membaca Pundarika
atau Prajna Lanka atau Avatamsaka, doktrin ini memengaruhi
semua ajaran dalam Sutra-sutra besar tersebut.
Sumber:
Suzuki Lane Beatrice. 2009. Agama Buddha Mahayana. Jakarta: Karania
Tidak ada komentar:
Posting Komentar