Translate

Sabtu, 05 Januari 2013

Mengapa Patung Buddha Mahayana Terdapat Tiga Arca


MENGAPA PATUNG BUDDHA MAHAYANA TERDAPAT TIGA ARCA


Secara filosofi telah dijelaskan bahwa Dharma yang disampaikan oleh Hyang Buddha merupakan kebenaran abolut. Karena begitu sukar untuk dimengerti oleh umat awam tentang Buddha Dharma, maka diterapkan juga upaya kausalya. Yang dimaksud dengan upaya kausalya adalah bahwa dengan cara yang mudah, diantaranya dengan bhakti puja, beranjali, namaskara maka seeorang akan dapat memahami ajaran Hyang Buddha dan menguatkan keyakinanya.
Jalan yang paling mudah ditempuh dan mudah dipahami oleh umat awam adalah melakukan bhakti puja dalam upacara. Bhakti puja di dalam Mahayana bertujuan untuk membimbing umat menuju pengertian Dharma  juga menguatkan iman umat awam dan secara metode psikologis  berfungsi sebagai sarana untuk mengurangi penderitaan dan keulitan mereka. Bhakti puja umumnya ditujukan kepada Buddha, Bhoddhisatva dan para Dewa. Obyek pemujaan terpenting Mahayana adalah obyek yang berada di Serambi Agung (altar) ada tiga arca Buddha dengan wajah yang sama dengan mudra yang berlainan dan makna yang berbeda yaitu: di sebelah kiri adalah Amitabha Buddha atau jelmaan dari Sambhogakaya (tubuh berkah, tubuh sinar yang memberikan bimbingan), di tengah Sakyamuni Buddha (Gautama Buddha) jelmaan dari Dharmakaya (tubuh halus, tubuh absolut dari para Buddha sebagai suatu yang absolut), di sebelah kanan adalah Bhaisajya Guru Buddha jelmaan dari Nirmanakaya (tubuh yang dimiliki oleh Sakyamuni pada waktu membabarkan Dharma di dunia.
Buddha bukanya tiga tetapi satu. Trikaya tidak lain merupakan aspek dari satu Buddha. Jika dipandang dari aspek yang absolut dan universal, beliau adalah Dharmakaya yang transeden; jika ditinjau dari aspek idealitas, beliau sebagai manusia dijadjikan ilahi, sebagaimana apa adanya, beliau adalah Sambhogakaya, memberi khotbah kepada para Bodhisatva untuk menolong mereka bekerja menyelamatkan makhluk-makhluk hidup; jika ditinjau dari aspek manusiawi, beliau adalah Nirmanakaya, Sakyamuni yang menyejarah, lahir di Kapilavastu, mencapai pencerahan di bawah pohon bodhi, dan merealiasi Parinirvana setelah menyelesaikan misi-Nya dalam kehidupan.
Harus diingat bahwa Sakyamuni Buddha bukanlah satu-atunya manifestasi Dharmakaya dalam wujud Buddha Nirmanakaya, karena ada banyak manifestasi Nirmanakaya, seperti halnya ada banyak sosok ideal dari Sambhogakaya, tetapi ada satu Dharmakaya Buddha yang absolut, sedangkan yang lain-lain merupakan aspek refleksi belaka.
Dalam Kayatraya,  Ananda menggunakan ceramah Buddha mengenai Trikaya “Apakah yang penuh rahmat memiliki sebuah tubuh?” Buddha menjawab “Tathagata memiliki tiga tubuh”. Jadi kita dapat melihat bahwa tiga tubuh adalah tiga aspek dari ssatu Buddha atau Tathagata. Merek itu atu dalam esensi tetapi berbeda dalam sifat dan aktivitasnya.

Nirmanakaya
Nirmanakaya adalah Buddha universal yang bermanifestasi di dunia makhluk-makhluk hidup, yang mengadaptasi dirinya dengan kondisi-kondisi duniawi, memiliki tubuh duniawi tetapi memelihara kesucian. Dia adalah representasi yang absolut di alam manusia, yang mengajar makhluk-makhluk hidup dalam rangka membebaskan mereka dari penderitaan, dan melalui pencerahan membimbing mereka menuju keselamatan. Dengan cara ini Buddha mengajar dan menghantar semua makhluk hidup melalui ajaran religius-Nya, yang jumlahnya tak terhitung seperti atom-atom. Segala dayya kasih sayang, inteligensi, dan kehendak-Nya tidak berkesudahan sampai semua makhluk dengan cara yang tepat dalam perlindunga-Nya mencapai keselamatan. Apapun sasaranya untuk penyelamatan dan apapun lingkunganya, dia akan menyesuaikan diri dengan semua kondisi secara tepat dan sukses berjuang mencapai pencerahan serta penyelamatan.
Nirmanakaya secara umum diartikan sebagai tubuh transforasi (perubahan), karena tubuh ini digunakan oleh Sakyamuni dan manusia-manusia Buddha yang lain untuk bermanifestai sebagai sosok yang memiliki karakteristik dan sifat moralitas, juga menjadi sasaran dari penyakit, penuaan, dan kematia. Manuia Buddha mengekspresikan manusia yang sempurna, suci, bujaksana, dan memiliki kekuatan. Dia memiliki semua tanda kesempurnaan secara fisik, memiliki kekuatan yang menyatau dengan keelokan, dan pikiranya adalah keutuhan dari intelegensi dan belas kasih.
Di dalam agama Buddha Hinayana, Buddha historis dihormati sebagai seorang manusia diiantara para manusia, tetapi kita melihat kecenderungan untuk mengidealisasikan beliau. Dalam Mahayana secara terbuka ada preferensi untuk Buddha yang ideal, Sambhogakaya yang berkhotbah untuk para Bodhisatva, dan Nirmanakaya yang berkhotbah untuk umat manusia yang diliputi ketidaktahuan. Tetapi meskipun Buddha Nirmanakaya mengambul bentuk sosok tubuh manusia, beliau hakikatnya sama dengan Dharmakaya, beliau sesungguhnya merupakan sebuah manifetasi dari Dharmakaya, dan keilahian ini diakui atau, sebagaimana yang lebih suka dikatakan oleh umat Buddha, beliau adalah manifestasi dari hakikat Buddha yang sejati. Tubuh Nirmnakaya yang nyata ini adalah Dharmakaya dan semua Nirmanakaya menyatu di dalam Dharmakaya.

Sambhogakaya
Nirmanakaya merupakan manfestasi yang ditujukan untuk kepentingan makhluk-makhluk yang sedikit atau banyak diliputi ketidakrahuan seperti para Srawaka, Pratyeka Buddha, dan Bodhisattva tingkat yang lebih rendah, tetapi Sambhogakaya dimanifestasikan untuk kepentingan untuk semua Bodhisattva. Sambhogakayalah yang mengkhotbahkan kebanyakan Sutra Mahayana. Hanya singon yang mengklaim bahwa ajaranya diberikan secara langsung oelh Buddha Dharmakaya.
Sambhogakaya kadangkala disebut tubuh Pahala karena ia menikmati buah dari pekerjaan spiritualnya, tetapi belakangan ia disebut tubuh kebahagiaan karena ia dinikmati oleh semua Bodhisattva. Sambhogakaya dapat dilihat leh Bodhisattva. Ia merupakan simbol kesempurnaan dan perssonifikasi kebijaksanaan transendental. Ia merupakan Buddha ynag ideal.
Tubuh Buddha ini merupakan tubuh yang bercahaya cemerlang, yang memancarkan sinar terang. Ia memiliki dua bentuk, yang pertama menyangkut kebahagiaan diri sendiri, dan yang kedua menyangkut pengajaran Bodhisattva. “tubuh menajubkan, menampakan roda Dharma, melenyapkan semua keraguan religius yang ada pada para Bodhisattva dan menyebakan mereka menikmati kebahagiaan dalam Dharma Mahayana”.
Sambhogakaya adalah ekspresi dari Dharmakaya dan berada diantara Dharmakaya dan Nirmanakaya. Bagi kebanyakan orang, Dharmakaya tidak dapat dipikirkan tetapi Sambhogakaya dapat dipikirkan. Bagi beberapa orang, Sambhogakaya mengambil bentuk Amida (Amitabha) di Tanah Sucinya, bagi orang lain, ia adalah Tuhan dalam agama Kristen, bagi yang lain lagi, ia adalah Iswara. Disatu pihak ia adalah Buddha yang diidealisasikan, dipihak lain, ia adalah Dharmakaya yang dipersonifikasikan. Ada sebagian orang yang membandingkan Sambhogakaya dengan Kristus yang dipermuliakan, tetapi agaknya ia seperti Tuhan dalam agama Kristen, dipuja karena Ketuhanan yang absolut. Amida di Tanah Sucinya dan Tuhan di Surga keduanya adalah Sambhogakaya.
Sambhogakaya adalah Buddha yang Abadi, dan banyak penganut Mahayana berpaling kepada-Nya. Mereka dihujat karena hal ini, tetapi mereka menjawab bahwa mereka leih menyukai substansi dari pada bayangan, relitas dari pada bayangan. Mereka menyatakan bahwa Sambhogakaya telah berinkarnasi di dalam Nirmanakaya, dan ketika mata kita melihat kemuliaan Buddha yang abadi, kita tidak perlu menatap ekspresi manusianya. Selama kita masih diliputi ketidaktahuan, ajaran dan contoh manusia Buddha sangat menolong kita, tetapi ketika kita melihat dengan jelas dengan mata seorang Bodhisattva, dan tidak melalui “kaca mata yang gelap”, kita melihat Buddha yang sangat cemerlang, Buddha cahaya, Buddha Kebenaran, Buddha Keabadian.

Dharmakaya
Secara umum dijelaskan bahwa Dharmakaya adalah kebenaran yang permanen, tidak berbeda, dan dapat dipahami, tetapi penjelasan yang mendetail tentangnya beragam menurut aliran-aliran agama Buddha yang berbeda. Dalam kebangkitan keyakinan, kita mebaca bahwa ia adalah kebenarann pokok. Kitab-kitab Prajnaparamita memandang Dharmakaya sebagai hasil dari Dharma, keberadaan tertinggi, Dharmakaya adalah Prajna, pengetahuan tertinggi.
Di dalam Daijogisho mengatakan bahwa Dharmakaya adalah tubuh keberadaan itu sendiri yang tidak berawal. Dalam Butsujikyo kita baca bahwa Dharmakaya adalah tubuh alami Tathagata sendiri, permanen dan  tidak berubah, haikat nyata dari setiap Buddha dan setiap makhluk. Kaum Madyamika mengartikan Dharmakayasebagai kekosongan, yang berarti, bagaimana pun, realitas yang tidak dapat, diekpresikan dengan kata-kata. Kaum Yogacara mengartikanya yang absolut.
Shingon menganggap Dharmakaya sebagai personal, yang memanifestasikan kasih sayang dan tindakan, serta menyelamatkan makhluk-makhluk dengan mengajar mereka, bukan hanya sebagai yang impersonal dan transendental. Dia bukan tidak berbentuk tetapi merupakan substansi yang riil, benar dann permanen. Dharmakaya adalah keseluruhan substansi dari alam semesta. Dharmakaya memanifestasikan dirinya di alam semesta di dalam dan melalui semua bagianya, dan manifestasi ini bekerja secara aktif dalam hukum dan kondisi. Dharmakaya adalah bagian dalam tubuh Buddha yang telah terccerahkan. Bagi orang-orang yang tidak tahu, dia tidak berbentuk, tetapi bagi orang-orang yang mengerti, Dharmakaya memiliki bentuk dan mengajarkan Dharma. Menurut agama Buddha pada umumnya, Dharmakaya itu benar-benar tidak berbentuk dan hening, tetapi hingon menekankan pencerahan tertinggi yang yang mengekspresikan dirinya secara aktif di dalam kasih sayang dan dengan demikian membentuk sebuah kepribadian sejati yang dapat  dirasakan dan diketahui orang yang tercerahkan. Mungkin dalam satu kata, realitas adalah cara yang terbaik untuk menjelaskan Dharmakaya. Dharmakaya adalah apa yang harus direalisasi oleh setiap makhluk untuk dirinya sendiri. Ia adalah tujuan para Bodhiattva dan makhluk-makhluk lain, meskipun biasanya hanya seorang Bodhiattva yang dapat diharapkan untuk merealisasinya secara penuh. Setiap makhluk memilikinya. Ia merupakan hakikat nyata dari segala sesuatu, dan berdasarkan aspeknya ini kita dapat pula menyebutnya Tathagata, Dharmadatu, Tathagatagarbha. Nirwana merupakan baitnya. “dharmakaya secara literal berati tubuh atau sosok yang bereksistensi sebagai prinsip, dan kemudia ia diartikan sebagai realitas tertinggi yang darinya segala sesuatu berasal sesuai hukumnya, tetapi dirinya sendiri mengatasi semua kondisi yang terbatas. Ia adalah apa yang ada di dalam batin dan pada hakikatnya merupakan Ke-Buddha-an.
Jika dilihat dengan cara ini, misteri dari tiga tubuh pun terpecahkan. Dalam filafat Inda kita menemukan Dharmakaya sebagai para Brahman, dan Brhaman berdasarkan aspek yang betul-betul dipertimbangkan. Sambhogakaya sama dengan Iswara, dan Nirmanakaya muncul dalam diri pemimpin besar spiritual India, atau mungkin dipandang sebagai seorang Awatara. Akan lebih jelas jika tiga tubuh diganti dengan sebutan tiga aspek dari satu Buddha: Buddha Historis, Buddha Abadi, dan Buddha Universal.

Kesimpulan
Di dalam Dharmakaya, Sakyamuni Buddha telah sepenuhnya telah merealiasikan kesatuan dan kesamaanya dengan yang absolut (Dharma Sunyata) dan persamaan.
Di dalam Sambhogakaya, hal ini merupakan manisfestasi yang konkrit bagi dirinya (Svasambhoga) dan pemilikan kekuatan (Parasambhoga) atau tubuh yang bersinar.
Di dalam Nirmanakaya, ke-Buddha-an terwujud. dalam tubuh Sakyamuni Buddha. Hal ini juga harus dimengerti oleh umat Buddha ketika memberika penghormatan di hadapan arca Buddha atau gambar Buddha. Hal itu harus dimengerti sebagai penghormatan kepada kebearan Buddha yang termanifestasi dalam Nirmanakaya.  Telah berkali-kali dikatakan agar kita hendaknya menganggap dan Buddha yang kita lihat baik yang berupa arca atau gambar sebagai Dharmakaya danjangan menganggap seperti apa yang terwujud di hadapan kita.
Jantun Mahayana terletak pada Trikaya (tiga tubuh Buddha) dan Bodhisattva, yang sejalan dengan konsep Prajna (kebijakssanaan) dan Karuna (belas kasih). Sulit untuk menjelaskan Trikaya dengan kata-kata, dan meditasi terhadap problem ini akan menyingkapkan lebih jauh daripada yang dipaparkan di atas. Tetapi untuk mengerti agama Buddha Mahayana, di erlukan pemahaman tentang konsep tiga tubuh trsebut. Ia mendasari ajaran Mahayana dan dikhotbakan dan dipandang benar dalam Sutra-sutra Mahayana. Apakah kita membaca Pundarika atau Prajna Lanka atau Avatamsaka, doktrin ini memengaruhi semua ajaran dalam Sutra-sutra besar tersebut.


Sumber:
Suzuki Lane Beatrice. 2009. Agama Buddha Mahayana. Jakarta: Karania

Kamis, 03 Januari 2013

Ilmu agama Buddha dan Ilmu Sosial Politik


Ilmu Agama Buddha 
dan Ilmu Sosial Politik
  
A.            Kajian Ilmu Sosial Politik Secara Umum
Politik adalah sebuah sebutan timbul dalam sebuah organisasi, dan terkecil ialah rumah tangga yang meluas menjadi keluarga, suku, yang mengikat anggota-anggotanya, yang dipimpin oleh kepala atau pemimpinnya masing-masing. Tetapi namanya sebuah politik biasanya kita dengar dikalangan  organisasi-organisasi yang didirikan orang-orang kelas atas, seperti kalangan pemerintahan. Mereka mendirikan sebuah organisasi karena memiliki tujuan tertentu dan tujuan sama, seperti : perkumpulan olah ragawan, pembuatan proyek, dan dalam organisasi tersebut diperlukan sebuah politik. Ilmu politik di sebuah negara adalah ilmu menyelidiki dan menguraikan hidup sebuah negara, sikap dan tindak tanduknya dalam kehidupan warganya serta dalam pergaulan antar negara.
Ilmu politik merupakan sisiologi negara, menurut Hoentink, sedangkan. Moh. Jamin berpendapat bahwa ilmu politik memusatkan tinjauan masalah kekuasaan dan bagaimana berjalan tenaga kekuasaan dalam masyarakat dan susunan negara, ilmu politik membahas dan mempersoalkan pembinaan masyarakat dengan kekuasaan (Hutauruk,1985: 8). Ilmu politik mempunyai tugas yaitu :
a. Menentukan prinsip-prinsip yang dijadikan patokan dan diindahkan dalam menjalankan pemerintahan.
b. Mempelajari tingkahlaku pemerintahan sehingga dapat mengemukakan mana baik dan mana yang salah serta menganjurkan perbaikan-perbaikan secara tegas dan terang.
c. Mempelajari tingkahlaku politik warga negara tersebut, baik secara pribadi maupun kelompok.
d. Mengamat-amati dan menelaah rencana-rencana sosial, kemakmuran, kerjasama internasional (Hutauruk,1985:10)
Menurut Mohamad Hatta bahwa metode ilmu tidak lain satu skema, satu rancangan kerja untuk menyusun masalah yang satu menjadi sistem pengetahuan. Ilmu politik  tidak terlepas dari ilmu lain, sebab ilmu politik berobyek pada negara, maka diperlukan pengetahuan tentang ilmu negara, hukum negara, administrasi negara, ilmu sejarah, filsafat, ekonomi, sosiologi, orang hanya melihat dari peristiwa kebrutalan, pengrusakan, pemogokan saat menjelang maupun sesudah pesta demokrasi sebagai akibat dari kegiatan pemilu,masalah sebagai akibat dari persoalan psikososial.
Masalah yang dominan justru kesenjangan psikologis, karena tidak menyatunya visi dan misi pembangunan, sehingga sebagaian saja dapat menikmati dan sebagian menjadi korban pembangun. Misalnya disparitas-disparitas ekonomi setiap negara tidak bisa dihilangkan. Dinegara majupun ada kesenjangan, di Indonesia orang berpolitik dianggap sebagai orang yang oposisi atau anti pemerintah. Masalah pokoknya adalah kebebasan hak pribadi,  dan  pemilu sekarang merisaukan masyarakat.
 Politik sangat mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijaksanaan. Kesadaran rakyat semakin hari semakin meningkat, yang diiringi banyaknya informasi politik, masalah dapat mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan. Sebagai intelek tidak bisa hanya memandang dari pemilu sekarang dan harus mengamati parpol. Selama ini yang ada bukan partai politik, tapi hanya ornamen politik tongkat legalitas demokratis, yang dinamakan kemapanan kekuasaan sekarang akan terganggu. Kemapanan yang sekarang ada adalah dari sesuatu yang tidak mapan. Contohnya korupsi, kolusi, dan manipulasi yang merajalela. 
  
B. Ilmu Sosial Politik Dipandang Dari Segi Agama Buddha.
Sosial politik berarti berbicara dengan masalah-masalah sekitar negara sebagai suatu keseluruhan. Membahas hubungan sosial manusia dengan masyarakat dimana pandangan tentang individualisme dan kolektifisme (masyarakat), menyangkut tentang martabat manusia serta cara penghidupannya yang merupakan  suatu fundamental bagi etika sosial politik.  Pada dasarnya sosial politik menuntut agar kehidupan masyarakat dan negaranya ditata sesuai martabat manusia, sehingga menghasilkan kesejahteran, individu, masyarakat, dan Negara. Seperti dalam Mahaparinibbana Sutta yang menjelaskan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (D.II.81).
Agama Buddha menempatkan cita-cita sosialnya untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan yang semuanya berorientasi pada pencapaian Nibbana. Seperti yang terdapat dalam Dhammacakkapavatthana bahwa pengetahuan mutlak sejati berkenaan dengan Empat Kesunyataan Mulia telah mencapai penerangan sempurna yang sebagai tujuan akhir dari semua umat Buddha. Sedangkan masyarakat Buddhis terbagi dua kelompok yaitu :

1.  Perumah tangga tujuan mencapai pada kebahagiaan material maupun spiritual untuk mencapai kebahagiaan pada komunitas.
2. Bhikkhu atau Sangha kelompok ini tidak mempunyai hubungan dengan sosial  politik. Karena sangha meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjadi seorang samana. Sebagai pewaris dhamma dan dimana mempunyai peran sangat penting dalam mengajarkan nilai-nilai dalam moralitas yang  diterapkan kehidupan sosial politik dan dijadikan bahan dalam menyelesaikan masalah sosial politik yang terjadi sekarang. Seperti  terdapat dalam Mahaparinibbana Sutta Buddha memberikan nasehat pada Ajattasatru supaya tidak memusnahkan suku Vaji (D.II.86) 
Buddha telah meninggalkan kehidupan duniawi tetapi beliau tetap memberikan nasehat tentang pemerintahan yang baik. Buddha berasal dari kasta ksatria dan bergaul dengan para raja dan menteri, dalam mengajarkan ajarannya tidak pernah menempuh jalan dengan kekuatan politik atau mengijinkan ajaranya disalah gunakan untuk memperoleh kekuatan politik.Tetapi sekarang ada yang berusaha menarik nama Buddha kedalam politik dengan memperkenalkan bahwa Buddha adalah seorang komunis, kapitalis, atau imperalis, lupa bahwa filosofi politik  berkembang dibarat lama. Dasar agama dan politik  berbeda. Dasar politik adalah moralitas, kesucian, keyakinan dan kebijaksanaan, sementara dasar politik adalah kekuasaan.
Agama dijadikan kaki tangan sebuah politik, agama harus lebih dulu meninggalkan gagasan leluhur dan merendahkan nilai dengan tuntutan politik duniawi. Dalam situasi sekarang agama digunakan untuk membenarkan perang dan penjajahan, diskriminasi, kekerasan, pemberontakan, penghancuran karya seni dan budaya. Dharma Buddha tidak pernah mengarahkan kepada penciptaan lembaga politik baru dan menetapkan cara politik. Pada dasarnya ajaran Buddha berupa mendekati masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dan memberikan anjuran-anjuran berupa prinsip umum untuk menuntun masyarakat menuju perikemanusiaan yang lebih baik, meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat, dan pemerataan sumber daya manusia yang adil.
 Politik mempunyai batasan tertentu untuk dapat menjamin kemakmuran dan kebahagiaan rakyat dan tidak ada sistem politik seideal apapun yang menghasilkan kedamaian dan kebahagian selama dalam sistem  masyarakat di dominasi oleh keserakahan, kebencian, dan khayalan. Sekalipun sebuah politik yang baik dan menjamin hak asasi manusia dan mengandung pengujian dan keseimbangan penggunaan kekuasaan merupakan kondisi yang penting untuk kehidupan bahagia dalam masyarakat. Orang sebenarnya tidak harus membuang waktu untuk pencarian tanpa akhir akan sistem politik sehingga orang dapat bebas sepenuhnya, sebab kebebasan sepenuhnya tidak dapat ditemukan dalam sistem mana, tetapi kebebasan temukan di dalam pikiran kita sendiri, dengan meleyapkan kebodohan dan nafsu yang ada pada diri sendiri sehingga terbebas dari penderitaan.
Ada beberapa aspek dalam agama Buddha yang berhubungan dekat dengan aturan politik pada masa sekarang, yaitu :
1.  Kesejajaran umat manusia lama sebelum Abraham Lincoln.
2. Dorongan semangat kerja sosial dan partisipasi aktif dalam masyarakat.
3.  Karena tidak ada seorang pun yang ditunjuk sebagai penerus Buddha, maka anggota pesamuan akan dituntun oleh dharma dan vinaya, atau aturan kebenaran hukum.
4.  Dorongan semangat konsultasi dan proses demokrasi (Sridammananda,2002: 290).
Pendekatan umat Buddha terhadap kekuasaan politik adalah moralisasi dan penggunaan kekuasaan rakyat secara bertanggung jawab. Buddha menjelaskan “bahwa penguasa suatu negara adil dan baik, maka para menteri menjadi adil dan baik, jika para menteri adil dan baik, para pejabat tinggi adil dan baik, jika para pejabat tinggi adil dan baik, para bawahan menjadi adil dan baik, jika para bawahan adil dan baik, maka rakyat menjadi adi dan baik”
Buddha  menjelaskan  bahwa pelanggaran susila  dan kejahatan dapat muncul dari kemelaratan. Para raja dan pemerintah mencoba memberantas kejahatan dengan hukuman-hukuman tetapi gagal (D.III.64). Bahwa dengan pengembangan ekonomi sebagai pengganti kekerasan untuk memgurangi kejahatan. Pemerintah harus menggunakan sumber daya negara untuk mengembangkan ekonomi (D.III.36). Buddha memberikan 10 peraturan untuk pemerintahan yang baik, yang dikenal dengan  Dasa Raja Dharma. 10 peraturan yaitu :
1.  Liberal dan menghindari mementingkan diri sendiri
2.  Memelihara sifat mulia yang luhur.
3.  Siap untuk mengorbankan kesenangan diri sendiri untuk kesejahteraan warga negara.
4.  Jujur dan memelihara ketulusan hati.
5.  Baik dan lemah lembut
6.  Menjalani hidup sederhana agar diteladani warga negara.
7.  Bebas dari kebencian apapun.
8.  Menerapkan prinsip tanpa kekerasan
9.  menjalankan kesabaran.
10.   Menghormati pendapat rakyat untuk memajukan perdamaian dan keselarasan (Sridhammananda, 2002: 292-293).


Berkenaan dengan tingkah laku pemerintahan Buddha memberikan nasehat sebagai berikut :
1.   Pemerintah baik harus berlaku adil, tidak berat sebelah, dan tidak mendiskriminasi kan dalam satu kelompok negara dengan yang lainya.
2.   Pemerintahan yang baik tidak menyimpan segala bentuk kebencian terhadap waga negaranya.
3.   Pemerintahan yang baik tidak takut apapun dalam melaksanakan hukum, jika hal itu adil  apa adanya.
4. Pemerintahan yang baik harus memiliki pemahaman yang jelas tentang hukum untuk melaksanakannya (Sridhammananda,2002:293).
Hukum tidak boleh dilaksanakan hanya karena pemerintahan memiliki otoritas untuk memperlakukanya. Hal ini dilakukan harus masuk akal dan dengan akal sehat. Seseorang yang tidak sehat, tidak kompeten, tidak bermoral, tidak layak, tidak mampu, dan tidak untuk kedudukan seorang Raja, telah menobatkan dirinya sendiri sebagai Raja atau penguasa dengan otoritas besar adalah sasaran hukuman oleh rakyat karena tidak pantas dan tidak berharga telah menempatkan dirinya sendiri secara tidak benar dalam kursi kedaulatan penguasa seperti siapa pun yang melanggar kode moral dan peraturan dasar dari segala hukum sosial umat manusia.
Penguasa yang bertindak sebagai perampok rakyat dalam cerita Jataka disebutkan bahwa penguasa yang menghukum orang yang tidak bersalah, dan tidak menghukum orang yang melakukan kejahatan tidak sesuai untuk memerintah suatu negara. Sebagai contoh ada seorang Raja yang selalu memperbaiki dirinya sendiri dan menguji tingkah laku dengan hati-hati dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, mencoba untuk mengetahui, dan mendengarkan pendapat seperti telah melakukan hal yang kurang dan kesalahan pada rakyatnya. Jika melakukan hal tersebut dengan tidak benar rakyat akan mengeluh bahwa mereka ditindas oleh penguasa yang tidak bertanggung jawab dengan memperlakukan tidak adil, hukuman, pajak. Dan mereka akan bereaksi menentang dengan cara lain, sebaliknya  Pemerintah dengan benar mereka akan memberkatinya. Dari hal diatas dapat melihat bahwa ajaran tersebut bersifat universal dan dapat diterapkan pada semua masyarakat.
Pada kehidupan Buddha penekanan pada tugas moral penguasa untuk menggunakan kekuatan rakyat dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang telah diraih oleh Raja Asokha pada abad 3 sm dan dijadikan sebagai raja yang baik. Mereka memutuskan untuk hidup sesuai dengan dhamma dan melayani warga negara dan seluruh umat manusia. Memperkenalkan praktek kebajikan sosio-moral tentang kejujuran, kebenaran, kasih sayang, kebajikan, tanpa kekerasan, pertimbangan tingkah laku terhadap semua, tidak boros, tidak serakah, dan tidak menyakiti binatang, saling memberi kebebasan beragama dan saling menghormati antara kepercayaan, pergi secara berkala membabarkan dhamma kepada masyarakat (Sri dhammananda, 2002: 294-295).
Masyarakat membangun pelayanan publik seperti mendirikan rumah sakit untuk manusia dan hewan, menyediakan obat-obatan, menanam pohon di pinggir jalan menggali sumur, dan membangun pengairan dan rumah peristirahatan. Hal-hal yang menentang adanya sistem kasta, mengakui persamaan manusia, berbicara demi peningkatan kondisi ekonomi mereka lebih mementingkan pemerataan kekayaan yang lebih adil antara orang kaya dengan orang miskin menjunjung status wanita, menganjurkan penggabungan kemanusiaan dalam pemerintahan dan adminitrasi menganjurkan pada masyarakat supaya tidak serakah dalam segala hal. Tapi hanya pikiran manusia reformasi sejati dapat di jalankan. Reformasi yang diadakan dengan kekerasan terhadap dunia luar akan berumur pendek.
Sikap umat Buddha adalah bahwa reformasi sosial dapat dicapai, bukan dengan kekerasan dan hukuman melainkan dengan pendidikan dan kasih sayang. Reformasi sosial merupakan masalah sekunder, Buddha menegaskan bahwa ada satu jalan yang menuju pada pencapaian duniawi, dan jalan lain yang menuju Nirvana Dhammapada”(Dhp.II.23). Bagaimanapun bahwa umat Buddha tidak boleh terlibat dalam proses politik, yang merupakan kenyataan sosial. Ajaran dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu biasa dan luar biasa. Yang pertama mengacu pada kebutuhan materi yang berhubungan dengan keberadaan manusia, yang kedua memperhatikan cita-cita spiritual kita yang melampaui kebutuhan duniawi. Buddha bersabda bahwa menjalani hidup yang nyaman, aman, dan penuh, merupakan prasyarat yang diperlukan untuk menyiapkan pikiran untuk mencari pemenuhan spiritual.
Kehidupan anggota masyarakat dibentuk oleh hukum dan peraturan, aturan ekonomi diperbolehkan dalam negara dan lembaga pengaturan yang dipengaruhi oleh situasi politik masyarakat tersebut. Sebagai umat Buddha yang terlibat dalam politik, tapi tidak boleh menyalah gunakan agama untuk mendapat kekuatan politik, tidak disarankan bagi mereka yang telah meninggalkan kehidupan duniawi guna menjalani kehidupan suci dan religius untuk terlibat secara aktif ke dalamnya.

C.Pengertian Politik menurut para Ahli
Politik sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi. Pemikiran mengenai politik di dunia barat banyak dipengaruhi oleh Filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles yang beranggapan bahwa politik sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik. Usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik ini menyangkut bermacam-macam kegiatan yang diantaranya terdiri dari proses penentuan tujuan dari sistem serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Berikut ini adalah pengertian dan definisi politik menurut beberapa ahli:
1. Aristoteles. 
Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. 
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu). Ilmu politik juga banyak pengertian seperti yang dipaparkan oleh para ahli ilmu politik yaitu:
2. Johan Kaspar Bluntschli 
Dalam buku The Teory of the State: “Ilmu Politik adalah ilmu yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan pemahaman tentang negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai bentuk atau manifestasi pembangunannya.”

3.   Roger F. Soltau.
Dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain.”

4.   Joyce Mitchel 
Dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat.”
5.   Harold D. Laswell dan A. Kaplan 
Dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”
6.   W.A. Robson 
Dalam buku The University Teaching of Social Sciences: “Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, … yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik … tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.”
7.   Karl W. Duetch 
Dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.”


PENGERTIAN DAN PERAN AGAMA DALAM POLITIK


1.  Pengertian Agama secara Umum.

Beberapa acuan yang berkaitan dengan kata  “Agama” pada umumnya; berdasarkan Sansekerta yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Illahi dari kata A-GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi atau berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal, dengan demikian “agama: berarti pedoman hidup yang kekal”
Berdasarkan kitab, SUNARIGAMA yang memunculkan dua istilah; AGAMA dan UGAMA, agama berasal dari kata A-GA-MA, huruf A berarti “awang-awang, kosong atau hampa”, GA berarti “genah atau tempat” dan MA berarti “matahari, terang atau bersinar”, sehingga agama dimaknai sebagai ajaran untuk menguak rahasia misteri Tuhan, sedangkan istilah UGAMA mengandung makna, U atau UDDAHA yang berarti “tirta atau air suci” dan kata GA atau Gni berarti “api”, sedangkan MA atau Maruta berarti “angin atau udara” sehingga dalam hal ini agama berarti sebagai upacara yang harus dilaksanakan dengan sarana air, api, kidung kemenyan atau mantra.
Berdasarkan kitab SADARIGAMA dari bahasa sansekerta IGAMA yang mengandung arti I atau Iswara, GA berarti Jasmani atau tubuh dan MA berarti Amartha berarti “hidup”, sehingga agama berarti Ilmu guna memahami tentang hakikat hidup dan keberadaan Tuhan.

2.  Pengertian Agama menurut Agama Buddha.
Kata ‘agama’ dapat juga didefinisikan sebagai perangkat nilai-nilai atau norma-norma ajaran moral spiritual kerohanian yang mendasari dan membimbing hidup dan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat. Dalam Buddha Dhamma, kata “Agama” lebih dikenal dengan sebutan Sasana atau Dhamma, yang secara harfiah, berarti kebenaran atau kesunyataan. Agama Buddha sering disebut Buddha Dhamma atau Buddha Sasana, yaitu ajaran yang mengantarkan seseorang yang melaksanakannya agar dapat hidup bahagia di dunia, mati masuk surga dan tujuan usahanya berhasil, orang akan mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana.
Buddha Dhamma adalah Dhamma yang diajarkan Buddha, yaitu agama yang pada hakekatnya mengajarkan Hukum-Hukum Abadi, pelajaran tata susila yang mulia, ajaran agama yang mengandung paham-paham filsafat yang mendalam, yang merupakan keseluruhan dan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Buddha Dhamma memberikan kepada para penganutnya suatu pandangan tentang Hukum Abadi, yaitu hukum-hukum alam semesta sebagai kekuatan yang menguasai dan mengaturnya.

3.  Peran Agama Dalam Politik
Di tengah-tengah merebaknya isu penggunaan agama dalam politik dan anjuran untuk menjaga diri, agar tidak secara salah menggunakan agama sebagai senjata politik, maka perlu juga mencari contoh-contoh di berbagai kawasan dunia mengenai hal itu. Di Brasil, para pastor Katolik telah mengambil isu agama untuk menghadapi rezim Presiden de Mello. Di Israel mendiang Yitzhak Rabin menghadapi kaum ultrakanan Yahudi, bahkan dia tewas tertembak oleh seorang fanatik yang mengambil ajaran Kitab Torat untuk menghabisi nyawa PM Israel itu.
Masyarakat awam jenuh karena menjadi mangsa slogan partai politik permainan politisi dan menempatkan posisi agama sebagai penyalur aspirasi. Akhir-akhir ini agama cenderung digunakan sebagai instrumen strategi, oleh kalangan politisi guna meraih kemenangan politik untuk mendominasi tampuk pimpinan eksekutif dan mendapat angin dari publik. Perkembangan peranan agama dalam kancah politik, tidak terlepas dari keadaan kehidupan sosial dan memanfaatkan reaksi kaum lemah yang menderita. Mereka menjadikan agama sebagai alat perjuangan alternatif dan menuntut perbaikan asasi akibat tidak menentunya gejolak politik, melarutnya korupsi dan krisis ekonomi suatu pemerintahan. Tidak terjaminnya ketenteraman sosial dan melarutnya praktik politik praktis serba impulsif, yang sering menyimpang dari aturan konstitusi oleh para birokrat yang berkuasa. Masuknya agama di percaturan politik, umumnya berlatar belakang kepentingan etos dan adat kebiasaan suatu rumpun etnis.
Padahal demokrasi menempatkan agama hanya di lingkungan keluarga, pekerjaan, lingkungan pergaulan atau di waktu senggang. Sekalipun proses modernisasi turut memperkaya norma gerejani, namun tidak sedikit menimbulkan ekses punahnya unsur etika tradisi dan jati diri suatu bangsa. Proses modernisasi dan pertumbuhan demokrasi juga menimbulkan berbagai ekses buruk dengan menghilangnya nilai-nilai moral dan etika. Demokrasi juga menjadi penyebab berbagai aksi protes yang menuntut aneka ragam perbaikan serta memasukkan prinsip-prinsip tidak mendasar dan tidak proporsional. Kemajuan teknologi dan ilmu kesehatan ternyata tidak berimbang dengan ledakan kependudukan. Dampak dari kampanye keluarga berencana yang ketat sejak 40 tahun terakhir yang berpengaruh terhadap pertambahan kelahiran, dikaitkan dengan kemajuan medis, dapat mengakibatkan jumlah manusia usia lanjut lebih besar dan tidak berimbang. Fenomena ini mengubah struktur sosial lingkungan masyarakat.
      Berbagai lembaga pemerintahan belum dapat mengantisipasi perubahan yang berkembang begitu pesat, akibat terbentur oleh berbagai kebijakan dan undang-undang yang masih menggunakan pola lama. Akibatnya dunia dilanda berbagai ekses pergolakan. Pakar pengamat masalah gerakan agama, James Turner Johnson berpendapat, "Agama digunakan sebagai alat politik dalam usaha merasionalisasi atau memperoleh suatu identitas sebagai akibat timbulnya perubahan keadaan”. Faktor agama sebagai pemuka dalam percaturan politik terjadi saat timbulnya kevakuman kultur, atau juga disebabkan tumbangnya sistem pemerintahan Orde Lama. Agama tetap berperan di lingkungan sub-kultur dan memberi peluang dalam keterlibatan politik.
      “Hadirnya senjata peluru kendali membuktikan keraguan manusia terhadap keyakinan berkembangnya peradaban sekularisme," demikian pendapat Nathan Gardels pada majalah kwartalan Perpectives yang memfokuskan kegiatan keagamaan di dunia. "Akhir-akhir ini timbul kerinduan mengembalikan tatanan tradisi dan keyakinan terhadap beragama, sebagai kelanjutan hidup" tulis Gardels“Beda persepsi mengenai nasionalisme di alam modern cenderung mengembalikan identitas tribalisme, Pengungkitan akar silsilah hubungan keturunan melalui ikatan mitos sejarah telah memudarkan eksistensi hidup masyarakat pluralistik, yang terbentuk dari proses nasionalisme hasil produk modernisasi." demikian pendapat Martin Marty, pakar pengamat masalah agama dan politik internasional. Sekuat apapun pengaruh agama dalam panggung kekuasaan, tidak pernah abadi. Yang menjadi penghalang, adalah bila berhadapan dengan ekonomi. Karena bidang ini menjadi jaringan yang terkait dalam konstelasi perekonomian dunia ke arah integrasi interdependensi dari trend globalisasi ekonomi.
Tidak satupun pemerintahan ingin terkucil dari dunia luar sejak dunia memasuki era globalisasi, sekalipun menggunakan agama sebagai pagar pemisah. Semua kasus yang melibatkan agama, terbentur oleh hadangan krisis ekonomi dan tuntutan nilai demokrasi. Sedangkan agama kembali berada pada posisi sebagai lembaga moral dan melayani umat menjalankan dan mengamalkan nilai-nilai memanusiakan manusia.
Bila mengamati lebih dalam lagi tentang agama dan politik maka kita akan mengetahui sejauh mana peran agama dalam politik, di sini sudah jelas bahwa agamalah yang berperan dalam politik, karena banyak orang menggunakan agama untuk kemajuan organisasinya dan untuk ketenaran politiknya. Berpolitik tidak salah, selama politik itu tidak menyakiti makhluk lain, karena manusia susah berkembang tanpa adanya politik, apalagi zaman sekarang tiada hari tanpa berpolitik, juga politik bangsa saat ini sangat kacau, tetapi bagi kita pemuda tidak harus meniru politik yang tidak baik dan politik yang membuat masyarakat menderita.

KESIMPULAN


Berdasarkan  pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa ilmu sosial politik biasanya dipergunakan untuk menjalankan sebuah negara demi kemajuan masyarakat. Walaupun sebenarnya ilmu politik tidak hanya digunakan untuk suatu pemerintahan ilmu politik juga diperlukan dalam sebuah organisasi, sekecil apapun. Berpolitik biasanya lebih mementingkan pada kekuasaan, dan ia yang punya kekuasaan, maka ia yang memenangkanya.
Sedangkan dalam keagamaan selalu mengutamakan pada pencapaian pembebasan (Nibbana), sehingga berpatokan pada ilmu agama bukan kekuasaan dunia. Walaupun begitu dalam agama Buddha Sang Buddha mengajarkan bagaimana berpolitik dalam suatu negara yang baik, demi kesejahteraan masyarakat.seperti yang terdapat dalam sutta-sutta di dalam pembahasan.Walaupun dalam agama selalu mengutamakan pembebasan, namun agama kadang digunakan untuk berpolitik dan menarik massa. Jadi sebenarnya agama dan politik tidak bisa untuk sejalan, sebab dalam politik untuk mendapatkan kekuasaan dan kemenangan dunia, sedangkan agama bertujuan untuk mencapai pembebasan. Untuk mendapatkan kekuasaan manusia dapat melakukan apa saja, tanpa memperdulikan peraturan dalam agama dan kadang dalam berpolitik akan saling  bertolak belakang dengan agama.


DAFTAR PUSTAKA
Gie Kwik Kian, 1995,.Analisis Ekonomi Politik Indonesia. Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama..
Hutamruk, 1984-1989. Garis-Garis Besar Ilmu Politik Pelita Keempat.Jakarta:  Erlangga.
Mukti Krisnanda Wijaya, 2003 Wacana Buddha Dhamma. Jakarta:Yayasan Dharma Pembangunan.
Suekadijo, Claessen, 1987. Antropologi Politik Suatu Orientasi Jakarta :Erlangga

Samadhi

SAMADHI


Pengertian Samadhi


Kata Samadhi terdiri dari ‘sam + a + dha’ sam berarti bersama-sama, mengumpulkan, memusatkan. Samadhi adalah pikiran terpusat atau terarah pada suatu objek. Dalam kitab agama Buddha, definisi Samadhi adalah: “pikiran baik terpusat pada satu objek”. Dalam pengertian ini Samadhi dipandang sebagai hasil. Definisi Samadhi yang lebih terinci dalan kitab Buddhis, istilah baik lebih penting dari pada terpusat pada satu objek, karena jika buruk, meskipun terpusat pada satu objek, hasilnya adalah samadhi salah (micchasamadhi). Oleh sebab itu objek yang dipergunakan dalam latihan Samadhi harus sesuatu yang tidak menimbulkan pikiran buruk, melainkan yang menimbulkan pikiran baik. Samadhi sebagahi istilah teknis berarti Kesadaran (citta) dan unjsur rohani yang baik (kusala cetasika), terpusat dengan mapan terhadap satu objek. “terpusat dengan mapan” artinya pikiran terpusat pada satu objek, tidak terganggu oleh objek lainya, dan tidak dikuasai oleh nivaran atau kekotoran batin.

Beberapa jenis Samadhi diketahui hanya berdasarkan teoritis semata, atau melalui liku-liku bahasa. Olah sebab itu tidak perlu ditumpahkan secara rinci. Dari segi ini, Samadhi dapat digolongkan atas beberapa cara, anatara lain: Samadhi hanya satu macam apabila dipandang sebagai pemusatan pikiran pada satu objek, dua jenis apabila dipandang sebagai lokiya dan lokuttara, deua jenis bila dipandang sebagai upacara Samadhi (Samadhi permulaan) dan apanna Samadhi (Samadhi terpusat), tiga jenis Samadhi bila dipandang sebagai lemah, sedang, dan kuat.

Mengapa Bermeditasi ?
Dalam dunia ini, apakah yang dicari oleh kebanyakan orang dalam hidupnya? Sebenarnya, mereka ingin mencari ketenangan batin dan keselarasan hidup. Tidak sedikit di antara mereka berusaha mencarinya, walau mungkin mereka tidak mengetahui dengan jelas apa yang hendak dicarinya, atau mungkin cara mendapatkannya. Mereka sering merasa bingung, merasa banyak menjumpai kekacauan dan kekalutan batin. Mereka diserang oleh bermacam-macam perasaan yang tidak memuaskan atau yang kurang menyenangkan hatinya. Secara singkat mereka ini tidak mendapatkan ketenangan dan kesejahteraan dalam batinnya. Kebanyakan mereka ini kemudian menempuh cara yang salah untuk mendapatkan ketenangan batin dan keselarasan hidup ini. Mereka cenderung melihat dan mencari di luar dirinya sendiri. Akibatnya, dunia ini merupakan sumber semua kegelisahan. Mereka mencari penyelesaian persoalannya dalam keluarganya, di dalam pekerjaannya,atau di dalam pergaulan dan sebagainya. Mereka beranggapan kalau dapat mengubah keadaan sekelilingnya, mereka akan menjadi tenang dan bahagia.

Sekarang sudah banyak dijumpai orang yang telah menyadari kenyataan dan berpaling, yaitu menunjukkan perhatiannya kepada sumber yang sebenarnya dari kebahagiaan dan kegelisahan, ialah PIKIRANNYA SENDIRI. Menunjukkan perhatian ke dalam diri sendiri, dalam pikirannya sendiri, inilah yang dinamakan dengan meditasi. Dewasa ini meditasi telah banyak dipraktekkan oleh orang-orang dari berbagai bangsa dan agama. Mengapa demikian? Karena kerja pikiran itu tanpa memakai corak bangsa atau agama tertentu. Jadi tugas meditasi adalah untuk mengerti atau menghayati sifat pikiran di dalam kehidupan sehari-hari. Pikiran adalah kunci kebahagiaan, sebaliknya juga merupakan sumber penderitaan malapetaka. Untuk mengetahui dan mengerti perihal pikiran dan menggunakannya dengan seksama tidaklah hubungannya dengan agama. Jadi meditasi dapat dilaksanakan oleh setiap orang tanpa menghiraukan corak agamanya.

B.    Manfaat Samadhi

Oleh karena Samadhi beraneka macam, manfaat yang diberikanya juga beraneki ragam. Dalam kitab disebutkan sebagai berikut:

1.     Kebahagiaan kehidupan sekarang (Dithadammika Sukkha)

2.     Pandangan terang (Vipasana)

3.     Kemampuan luar biasa (Idhi Vidhi)

4.     Kelahiran dalam alam brahma (Brahma Dewa)

5.     Pencapaian Nibbana (Nirodha Sampatti)

6.     Bila Anda seorang pedagang yang selalu sibuk, meditasi menolong membebaskan diri Anda dari ketegangan sehingga Anda menjadi relaks.

7.     Kalau Anda sering berada dalam kebingungan, meditasi akan menolong menenangkan diri Anda dari kebingungan dan meditasi membantu Anda untuk mendapatkan ketenangan yang bersifat sementara maupun permanen.

8.     Bila Anda mempunyai banyak persoalan yang seolah-olah tidak putus-putusnya, meditasi dapat menolong Anda untuk menimbulkan ketabahan dan keberanian serta mengembangkan kekuatan untuk mengatasi persoalan tersebut.

9.     Bila Anda tergolong orang yang kurang mempunyai kepercayaan pada diri sendiri, meditasi dapat menolong Anda untuk mendapatkan kepercayaan terhadap diri sendiri yang sangat dibutuhkan. Memiliki kepercayaan terhadap diri sendiri adalah kunci rahasia kesuksesan Anda.

10.  Kalau Anda mempunyai rasa ketakutan dan keraguan, meditasi dapat menolong Anda untuk mendapatkan pengertian yang benar terhadap keadaan yang menyebabkan ketakutan itu, dengan demikian, Anda dapat mengatasi rasa takut tersebut.

Selain disebutkan di atas Latihan meditasi secara teratur tidak hanya akan mengatasi gangguan fisik dan psikis, melainkan juga membentuk karakter yang positif dan awet muda. Bagaimana bisa? Rahasia besar dalam jangka panjang tetapi tersembunyi adalah cara untuk mempertahankan tenaga remaja dan mendatangkan cahaya serta vitalitas baru terhadap tubuh, yaitu dengan meditasi. Meditasi membuat pikiran, jiwa, dan tingkah laku menjadi tenteram dan wajah bersinar ceria. Terutama adalah meremajakan pikiran untuk menjadikan kondisi badan terlihat lebih muda dari usianya. Orang-orang bijak mengatakan, “Barang siapa ingin panjang umurnya dan tetap awet muda harus mengambil keuntungan dari apa yang diberikan alam kepadanya.” Secara kronologis, pertambahan tahun (usia) kondisi tua alami akan menyertai kita. Namun, hal itu tidak terjadi dalam otak apabila tubuh Anda senantiasa dalam kondisi fit dan bugar. Sebab, kondisi tersebut akan menghidupkan kembali vitalitas kelenjar dan membantu Anda untuk tetap sehat lahir batin.

Kondisi tersebut perlu untuk mempertahankan kecantikan dan tenaga buat bekerja, maju, dan optimistis dalam hidup. Dan nasihat yang paling baik adalah melakukan meditasi. Sebab, meditasi sangat menguntungkan bagi kepribadian Anda untuk cantik di dalam dan juga di luar  Menjalankan tahap-tahap menuju sukses, perlu tubuh yang terkondisi dengan jantung yang kuat dan paru-paru terbuka lebar. Jantung memerlukan denyut ringan selama aktivitas normal. Paru-paru yang sehat memberi jumlah oksigen yang lebih besar kepada sel-sel darah. Untuk mencapai kesehatan tubuh semacam itu Kita perlu berlatih secara teratur.Pikiran dan hati yang telah terkondisi serta tubuh yang sehat dengan latihan-latihan meditasi akan membentuk karakter ke arah positif. Hasilnya menjadi kekuatan mental yang tangguh.