PENGERTIAN PEMBABARAN DHARMA MELALUI LAGU BUDDHIS
A.
Pengertian
Pembabaran Dharma Melalui lagu Buddhis
Lagu
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
yaitu ragam suara yang berirama (dl bercakap, bernyanyi, membaca, dsb):
bacaannya lancar, tetapi kurang baik. Pembabaran Dharma melalui lagu Buddhis yaitu ceramah
Buddhis yang dibawakan dengan lagu, bagi yang sudah dewasa dan telah mengerti
pemahaman Buddha Dharma, sudah maju dalam pengembangan batin dan mengikuti
cara-cara yang diajarkan dalam Sigalovada Sutta serta terlatih dalam meditasi.
Boleh saja tidak memerlukan nyanyian. Namun, bagi umat Buddha yang pengetahuan
Dharmanya masih baru, saya rasa masih butuh ajaran Dharma dalam bentuk lain
yakni lagu-lagu Buddhis. Agar lebih mudah pemahamannya hal ini pernah saya
rasakan sewaktu mengisi sekolah minggu anak-anak Buddhis. Agak sulit mencari variasi acara
agar anak-anak tertarik mengikuti kelas Dharma (http:// dhammacitta.org /forum/index
.php? topic =15166.60,
diakses, pada tanggal 18-02-2012).
1.
Pengertian
ceramah
Ceramah
merupakan salah satu metode mengajar yang paling banyak digunakan dalam proses
belajar mengajar. Metode ceramah ini dilakukan dengan cara menyampaikan materi
pelajaran kepada peserta didik secara langsung atau dengan cara lisan.
Penggunaan metode ini sifatnya sangat praktis dan efisien bagi pemberian
pengajaran yang bahannya banyak dan mempunyai banyak peserta didik.
Metode ceramah merupakan cara mengajar
yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan,
oleh karena itu metode ini boleh dikatakan sebagai metode pengajaran tradisional karena sejak dulu
metode ini digunakan sebagai alat komunikasi guru dalam
menyampaikan materi pelajaran.
Kelebihan & Kekurangan Metode Ceramah
dalam Pembelajaran. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengertian metode ceramah, dapat kita
lihat beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para ahli yaitu:
a.
Menurut
Suryono
Metode
ceramah adalah Penuturan atau penjelasan guru secara lisan, di mana dalam
pelaksanaanya guru dapat menggunakan alat bantu mengajar untuk memperjelas
uraian yang disampaikan kepada
murid-muridnya.
b.
Menurut Roestiyah N.K
Metode
ceramah adalah Suatu cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan
atau informasi atau uraian tentang suatu pokok persoalan serta masalah secara
lisan.
c.
Menurut
Team Didaktik Metodik
“Metode ceramah adalah Penerangan dan
penuturan secara lisan oleh guru terhadap kelas”. Dengan berbagai macam
pendapat yang penulis paparkan di atas, maka setelah dianalisa dengan baik dan
seksama maka pada dasarnya pengertian itu sama, yaitu penulis mengambil
kesimpulan bahwa metode ceramah merupakan suatu cara penyampaian informasi
dengan lisan dari seorang kepada sejumlah pendengar di suatu ruangan.
2.
Dhammadesana
(Dhamma Talk)
Dhammadesana (Dhamma Talk) dapatlah diartikan sebagai pembabaran kembali Dhamma,
ajaran Sang Buddha, dengan berdasarkan pada Kitab Suci Tipitaka yang dilakukan
oleh Bhikkhu, pandita maupun upasika (http://www. buddhistonline. com/dhammadesana/index1.shtml, 20
Desember 2011 Pukul 08:00).
Desana
yaitu metode memberikan khotbah, dalam Desana ini terdapat 2 metode yaitu:
a.
Unggaladitthana
: memberikan khotbah dengan mempergunakan contoh orang.
b.
Dhammadhitthana
yaitu memberikan khotbah tanpa mempergunakan contoh orang, tetapi berdasarkan
phenomena tanpa pribadi (Pandit jinaratana Kaharudin : 2004: 12).
Desana
cara khotbah Hyang Buddha Gotama yaitu:
a. ammati-desana : Memberikan khotbah secara kebenaran biasa ,
adanya dunia,
makhluk, manusia, binatang, pria, wanita dan sebagainya.
b. aramattha-desana :
Memberikan khotbah secara kebenaran tertinggi . Menjelasan ujud asli dari pada
benda dan makhluk, yaitu Tilakkhana, Khandha 5, Ayatana 12, Dhatu 18 dan
sebagainya.
Dhammakathika adalah
sifat dari seorang yang memberikan khotbah Dharma yaitu:
a. Ia
menerangkan Dharma
selangkah demi selangkah dan tidak meloncat atau menyingkat bagian-bagian
tertentu sehingga akan mengurangi artinya;
b. Ia
memberikan alasan sehingga membuat pendengarnya mengerti;
c. Ia
harus memiliki cinta kasih (Metta) di dalam hatinya dengan harapan semoga para
pendengarnya dapat memetik faedah dari khotbah Dharma itu;
d. Ia
tidak mengajar Dharma
untuk tujuan memperoleh keuntungan bagi dirinya;
e. Ia
tidak mengajar Dharma dengan menyerang
orang lain. Dengan kata lain, ia tidak memuji diri sendiri dan merendahkan
orang lain.
Seorang Bhikkhu, Dharmaduta
atau pandita yang menjadi Dhammakathika harus memiliki lima sifat ini dalam
dirinya. Khotbah ini merupakan aktivitas yang tertinggi dan YMS Buddha Gotama
pada pertama kali melakukan ini terhadap dirinya.
Dalam
memberikan khotbah hendaknya memperhatikan bentuk dan kualitas dari khotbah
serta hal-hal lainnya yang berkenaan dengan khotbah, seperti (a).
Sifat pengkhotbah (b). Cara memberikan khotbah (c).
Judul khotbah (d). Jenis para pendengarnya (e).
Khotbah Dharma
dalam bahasa Pali disebut DHAMMADESANA yang berarti menunjukkan atau
menyebarkan Dharma (kebenaran) sehingga pada umumnya pendengar dapat memperoleh
dan memperluas pengetahuan tentang ajaran dan khusunya dapat mempraktikkan Dharma
untuk mengembangkan batin kearah yang lebih baik untuk menjadi orang yang
bijaksana.
Sebenarnya
menjadi seorang pengkhotbah itu tidaklah mudah. Hal ini dapat kita ketahui dari
cerita dibawah ini :
Suatu ketika, pada waktu YMS Buddha Gotama
bersemayam di Vihara GHOSITARAMA di kota Kosambi, Bhikkhu Upali yang sedang
memberikan khotbah. Hal ini diceritakan kepada Hyang Buddha Gotama, lalu Hyang
Buddha Gotama mengatakan :
“NA KHO ANANDA SUKARAM PARESAM DHAMMAM DESETU....”
Artinya : “Duhai Ananda pemberian khotbah kepada
orang lain bukanlah suatu hal yang mudah....”
Setelah itu YMS
Buddha Gotama menunjukkan ciri-ciri dari pengkhotbah, yaitu :
1) Menerangkan
Dhamma selangkah demi selangkah, secara berurutan dan tidak menyingkat
bagian-bagian tertentu sehingga akan mengurangi artinya.
Maksud dan
tujuannya adalah :
a)
Membuat pengkhotbah
mempersiapkan diri sebaik mungkin, dengan mencari inti-inti Dhamma yang
secukupnya dan menganalisa Dhamma sedalam-dalamnya agar para pendengar
mendapatkan manfaat.
Orang-orang yang
telah berpengalaman atau guru-guru yang dahulu, mengajarkan bahwa pemberian
khotbah yang baik harus terdiri dari tiga bagian yaitu : Judul, tema (Udesa), Penjelasan (Nidesa), Kesimpulan (Patinidesa).
Khotbah yang
mengandung ketiga bagian itu dikatakan sebagai khotbah yang indah pada
permulaan, indah pada pertengahan, dan indah pada akhirnya.
b) Para
pengkhotbah tidak diijinkan untuk mengeluarkan alasan-alasan yang menyebabkan
ia memberikan khotbah yang singkat.
2) Memberikan
alasan-alasan yang membuat para pendengarnya lebih mengerti.
Maksud dan
tujuannya adalah:
Dengan
memberikan alasan-alasan, perumpamaan-perumpamaan akan lebih memudahkan para
pendengar merenungkan dan melihat Dhamma dengan benar. Cara memberikan khotbah
seperti ini merupakan salah satu cara Hyang Buddha Gotama mengajar.
3) Harus
memiliki cinta kasih (Metta) di dalam hatinya, yaitu
mempunyai harapan “Semoga para pendengar dapat memetik manfaat dari khotbah Dharma ini”. Ini berarti
dalam memberikan khotbah, ia mengharapkan agar pendengar mendapatkan manfaat
dari khotbah yang disampaikan itu, bukan meberikan khotbah dengan maksud bahwa
tugasnya telah selesai.
4) Tidak
mengajar Dharma
dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri. Dalam hal ini ,
Dhammadesana mempunyai pengertian seperti Dhammadana. Para Bhikkhu dan pengkhotbah
Dharma hanya mempunyai pengertian/pikiran untuk menyebarkan Dharma saja, tidak
ada pikiran untuk memperoleh Dana.
Ada tradisi dari Buddhamamaka dan Buddhamamika untuk melakukan KANDA DESANA yaitu mengadakan Puja Dharma kepada Bhikkhu yang telah
memberikan khotbah.
5) Tidak
mengajarkan Dharma untuk menyerang orang lain. Dengan kata lain, ia tidak memuji
diri sendiri dan merendahkan orang lain. Pengkhotbah yang memiliki ciri
tersebut di atas
akan mengutamakan pendengar, maksudnya memberikan khotbah sesuai dengan batas
kemampuan pada pendengar, yaitu ditinjau dari segi : (a) intelektualitas, (b) usia, (c) sifat. Sehingga mereka
akan memperoleh manfaat dari mendengarkan khotbah (Pandit J. Kaharudin, Tanya Jawab
Atthadhamma, cetakan ke 4, 2009 : 24-25).
3.
Pengertian
lagu
Lagu adalah presentasi suatu hal yang
bisa merupakan perasaan, keadaan atau benda baik
yang berwujud atau kasat mata dengan
menggunakan nada-nada
yang membentuk harmonisasi sebagai sarananya.
Karena
waktu sekarang mungkin kata tersebut yang cocok untuk menjelaskan maksud ulasan
saya arti kata presentasi disini adalah penyampaian ulasan, cerita atau paparan
yang disampaikan dengan berbagai cara untuk mempengaruhi hati dan pikiran
seseorang agar orang tersebut setuju dan ikut serta hanyut dalam paparan kita.
Jadi tujuan dari lagu itu jelas adalah untuk mempengaruhi seseorang.
Seperti
sebuah profesi sales marketing, baik seorang pencipta, arranger dan pembawa
lagu haruslah dapat membuat lagu yang dibuat atau dibawakannya dapat
mempengaruhi hati dan pikiran seseorang sehingga
orang tersebut tidak sadar telah hanyut dalam lagu itu. Hal-hal apa saja yang dapat
mempengaruhi hati dan pikiran seseorang akan kita ulas nanti di belakang.
1.
Tahapan
Lagu
Dalam
proses pembuatan lagu perlu kita ketahui fase-fase atau tahapan-tahapan yang harus
diketahui dan dilalui oleh seorang pencipta lagu. Ada 5 fase dalam pembuatan
lagu. Fase-fase
dalam pembuatan lagu adalah sebagai berikut : (a)
Tema lagu, (b)
Judul lagu, (c)
Teks lagu, (d) Nada dan chord lagu, (e) Bagian-bagian lagu.
Dalam
realita proses pembuatan lagu fase-fase
tersebut tidaklah harus dilalui secara baku, bahkan dalam prosesnya sering fase-fase tersebut dilakukan
atau dilalui secara acak. Terkadang seorang pencipta lagu menciptakan nada lagu
terlebih dahulu kemudian teks lagu baru tema atau judul lagunya. Ada juga yang
mampu membuat tema dan judul lagu terlebih dulu kemudian teks, nada dan
seterusnya.
Dalam proses pembuatan lagu mungkin
lebih mudah dilalui seperti kasus pertama di atas, membuat nada lagu lebih
dahulu baru kemudian tema, teks dan judulnya. Tapi bagi orang yang suka akan
tulisan atau karya sastra, mungkin lebih suka membuat tema dan teks lagu
terlebih dahulu. Bahkan ada yang membuat bagian-bagian lagu dengan cara terputus,
maksudnya membuat reff terlebih dulu baru kemudian bait lagu dan seterusnya.
Tergantung intuisi yang didapat pada saat itu. Pada intinya fase-fase tersebut tidak
baku dan sah-sah
saja apabila dilakukan secara acak.
Sebagai
catatan, lagu yang dibuat secara terputus pada bagian-bagiannya dan
dilanjutkan pembuatannya di kemudian
hari, kebanyakan lagu-lagu
tersebut tidak nyambung atau tidak membentuk suatu harmoni yang bagus antara
bagian-bagiannya. Misalnya
antara bait dan reffnya. Mengapa bisa demikian? Karena proses pembuatan lagu
sangat tergantung pada mood dan feel. Misalnya pada waktu membuat bait
yang kemudian terputus secara lama kemudian dilanjutkan membuat reff kebanyakan
sulit untuk mencari kembali mood dan fell yang sama pada waktu pembuatan
bait. Akibatnya feel lagu tersebut
tidak nyambung antara bait dengan reffnya. Sedangkan feel suatu lagu itu mempengaruhi nada, chord dan isian arransemen selanjutnya. Dan akibat selanjutnya
adalah lagu yang dibuat tidak akan menjadi lagu yang bagus yang bisa
mempengaruhi audience, walaupun dalam hal
mempengaruhi audience tidak lepas
dari proses arransemen, tapi lagu yang bagus juga menunjang proses arransemen
yang cepat dan bagus pula (http://aphir-comment.blogspot.com/,
20 Desember 2011 jam 08.00).