Translate

Kamis, 03 Januari 2013

Ilmu agama Buddha dan Ilmu Sosial Politik


Ilmu Agama Buddha 
dan Ilmu Sosial Politik
  
A.            Kajian Ilmu Sosial Politik Secara Umum
Politik adalah sebuah sebutan timbul dalam sebuah organisasi, dan terkecil ialah rumah tangga yang meluas menjadi keluarga, suku, yang mengikat anggota-anggotanya, yang dipimpin oleh kepala atau pemimpinnya masing-masing. Tetapi namanya sebuah politik biasanya kita dengar dikalangan  organisasi-organisasi yang didirikan orang-orang kelas atas, seperti kalangan pemerintahan. Mereka mendirikan sebuah organisasi karena memiliki tujuan tertentu dan tujuan sama, seperti : perkumpulan olah ragawan, pembuatan proyek, dan dalam organisasi tersebut diperlukan sebuah politik. Ilmu politik di sebuah negara adalah ilmu menyelidiki dan menguraikan hidup sebuah negara, sikap dan tindak tanduknya dalam kehidupan warganya serta dalam pergaulan antar negara.
Ilmu politik merupakan sisiologi negara, menurut Hoentink, sedangkan. Moh. Jamin berpendapat bahwa ilmu politik memusatkan tinjauan masalah kekuasaan dan bagaimana berjalan tenaga kekuasaan dalam masyarakat dan susunan negara, ilmu politik membahas dan mempersoalkan pembinaan masyarakat dengan kekuasaan (Hutauruk,1985: 8). Ilmu politik mempunyai tugas yaitu :
a. Menentukan prinsip-prinsip yang dijadikan patokan dan diindahkan dalam menjalankan pemerintahan.
b. Mempelajari tingkahlaku pemerintahan sehingga dapat mengemukakan mana baik dan mana yang salah serta menganjurkan perbaikan-perbaikan secara tegas dan terang.
c. Mempelajari tingkahlaku politik warga negara tersebut, baik secara pribadi maupun kelompok.
d. Mengamat-amati dan menelaah rencana-rencana sosial, kemakmuran, kerjasama internasional (Hutauruk,1985:10)
Menurut Mohamad Hatta bahwa metode ilmu tidak lain satu skema, satu rancangan kerja untuk menyusun masalah yang satu menjadi sistem pengetahuan. Ilmu politik  tidak terlepas dari ilmu lain, sebab ilmu politik berobyek pada negara, maka diperlukan pengetahuan tentang ilmu negara, hukum negara, administrasi negara, ilmu sejarah, filsafat, ekonomi, sosiologi, orang hanya melihat dari peristiwa kebrutalan, pengrusakan, pemogokan saat menjelang maupun sesudah pesta demokrasi sebagai akibat dari kegiatan pemilu,masalah sebagai akibat dari persoalan psikososial.
Masalah yang dominan justru kesenjangan psikologis, karena tidak menyatunya visi dan misi pembangunan, sehingga sebagaian saja dapat menikmati dan sebagian menjadi korban pembangun. Misalnya disparitas-disparitas ekonomi setiap negara tidak bisa dihilangkan. Dinegara majupun ada kesenjangan, di Indonesia orang berpolitik dianggap sebagai orang yang oposisi atau anti pemerintah. Masalah pokoknya adalah kebebasan hak pribadi,  dan  pemilu sekarang merisaukan masyarakat.
 Politik sangat mempengaruhi pemerintah dalam membuat kebijaksanaan. Kesadaran rakyat semakin hari semakin meningkat, yang diiringi banyaknya informasi politik, masalah dapat mempengaruhi kebijaksanaan pemerintahan. Sebagai intelek tidak bisa hanya memandang dari pemilu sekarang dan harus mengamati parpol. Selama ini yang ada bukan partai politik, tapi hanya ornamen politik tongkat legalitas demokratis, yang dinamakan kemapanan kekuasaan sekarang akan terganggu. Kemapanan yang sekarang ada adalah dari sesuatu yang tidak mapan. Contohnya korupsi, kolusi, dan manipulasi yang merajalela. 
  
B. Ilmu Sosial Politik Dipandang Dari Segi Agama Buddha.
Sosial politik berarti berbicara dengan masalah-masalah sekitar negara sebagai suatu keseluruhan. Membahas hubungan sosial manusia dengan masyarakat dimana pandangan tentang individualisme dan kolektifisme (masyarakat), menyangkut tentang martabat manusia serta cara penghidupannya yang merupakan  suatu fundamental bagi etika sosial politik.  Pada dasarnya sosial politik menuntut agar kehidupan masyarakat dan negaranya ditata sesuai martabat manusia, sehingga menghasilkan kesejahteran, individu, masyarakat, dan Negara. Seperti dalam Mahaparinibbana Sutta yang menjelaskan untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara (D.II.81).
Agama Buddha menempatkan cita-cita sosialnya untuk membebaskan semua makhluk dari penderitaan yang semuanya berorientasi pada pencapaian Nibbana. Seperti yang terdapat dalam Dhammacakkapavatthana bahwa pengetahuan mutlak sejati berkenaan dengan Empat Kesunyataan Mulia telah mencapai penerangan sempurna yang sebagai tujuan akhir dari semua umat Buddha. Sedangkan masyarakat Buddhis terbagi dua kelompok yaitu :

1.  Perumah tangga tujuan mencapai pada kebahagiaan material maupun spiritual untuk mencapai kebahagiaan pada komunitas.
2. Bhikkhu atau Sangha kelompok ini tidak mempunyai hubungan dengan sosial  politik. Karena sangha meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menjadi seorang samana. Sebagai pewaris dhamma dan dimana mempunyai peran sangat penting dalam mengajarkan nilai-nilai dalam moralitas yang  diterapkan kehidupan sosial politik dan dijadikan bahan dalam menyelesaikan masalah sosial politik yang terjadi sekarang. Seperti  terdapat dalam Mahaparinibbana Sutta Buddha memberikan nasehat pada Ajattasatru supaya tidak memusnahkan suku Vaji (D.II.86) 
Buddha telah meninggalkan kehidupan duniawi tetapi beliau tetap memberikan nasehat tentang pemerintahan yang baik. Buddha berasal dari kasta ksatria dan bergaul dengan para raja dan menteri, dalam mengajarkan ajarannya tidak pernah menempuh jalan dengan kekuatan politik atau mengijinkan ajaranya disalah gunakan untuk memperoleh kekuatan politik.Tetapi sekarang ada yang berusaha menarik nama Buddha kedalam politik dengan memperkenalkan bahwa Buddha adalah seorang komunis, kapitalis, atau imperalis, lupa bahwa filosofi politik  berkembang dibarat lama. Dasar agama dan politik  berbeda. Dasar politik adalah moralitas, kesucian, keyakinan dan kebijaksanaan, sementara dasar politik adalah kekuasaan.
Agama dijadikan kaki tangan sebuah politik, agama harus lebih dulu meninggalkan gagasan leluhur dan merendahkan nilai dengan tuntutan politik duniawi. Dalam situasi sekarang agama digunakan untuk membenarkan perang dan penjajahan, diskriminasi, kekerasan, pemberontakan, penghancuran karya seni dan budaya. Dharma Buddha tidak pernah mengarahkan kepada penciptaan lembaga politik baru dan menetapkan cara politik. Pada dasarnya ajaran Buddha berupa mendekati masalah-masalah yang ada dalam masyarakat dan memberikan anjuran-anjuran berupa prinsip umum untuk menuntun masyarakat menuju perikemanusiaan yang lebih baik, meningkatkan kesejahteraan anggota masyarakat, dan pemerataan sumber daya manusia yang adil.
 Politik mempunyai batasan tertentu untuk dapat menjamin kemakmuran dan kebahagiaan rakyat dan tidak ada sistem politik seideal apapun yang menghasilkan kedamaian dan kebahagian selama dalam sistem  masyarakat di dominasi oleh keserakahan, kebencian, dan khayalan. Sekalipun sebuah politik yang baik dan menjamin hak asasi manusia dan mengandung pengujian dan keseimbangan penggunaan kekuasaan merupakan kondisi yang penting untuk kehidupan bahagia dalam masyarakat. Orang sebenarnya tidak harus membuang waktu untuk pencarian tanpa akhir akan sistem politik sehingga orang dapat bebas sepenuhnya, sebab kebebasan sepenuhnya tidak dapat ditemukan dalam sistem mana, tetapi kebebasan temukan di dalam pikiran kita sendiri, dengan meleyapkan kebodohan dan nafsu yang ada pada diri sendiri sehingga terbebas dari penderitaan.
Ada beberapa aspek dalam agama Buddha yang berhubungan dekat dengan aturan politik pada masa sekarang, yaitu :
1.  Kesejajaran umat manusia lama sebelum Abraham Lincoln.
2. Dorongan semangat kerja sosial dan partisipasi aktif dalam masyarakat.
3.  Karena tidak ada seorang pun yang ditunjuk sebagai penerus Buddha, maka anggota pesamuan akan dituntun oleh dharma dan vinaya, atau aturan kebenaran hukum.
4.  Dorongan semangat konsultasi dan proses demokrasi (Sridammananda,2002: 290).
Pendekatan umat Buddha terhadap kekuasaan politik adalah moralisasi dan penggunaan kekuasaan rakyat secara bertanggung jawab. Buddha menjelaskan “bahwa penguasa suatu negara adil dan baik, maka para menteri menjadi adil dan baik, jika para menteri adil dan baik, para pejabat tinggi adil dan baik, jika para pejabat tinggi adil dan baik, para bawahan menjadi adil dan baik, jika para bawahan adil dan baik, maka rakyat menjadi adi dan baik”
Buddha  menjelaskan  bahwa pelanggaran susila  dan kejahatan dapat muncul dari kemelaratan. Para raja dan pemerintah mencoba memberantas kejahatan dengan hukuman-hukuman tetapi gagal (D.III.64). Bahwa dengan pengembangan ekonomi sebagai pengganti kekerasan untuk memgurangi kejahatan. Pemerintah harus menggunakan sumber daya negara untuk mengembangkan ekonomi (D.III.36). Buddha memberikan 10 peraturan untuk pemerintahan yang baik, yang dikenal dengan  Dasa Raja Dharma. 10 peraturan yaitu :
1.  Liberal dan menghindari mementingkan diri sendiri
2.  Memelihara sifat mulia yang luhur.
3.  Siap untuk mengorbankan kesenangan diri sendiri untuk kesejahteraan warga negara.
4.  Jujur dan memelihara ketulusan hati.
5.  Baik dan lemah lembut
6.  Menjalani hidup sederhana agar diteladani warga negara.
7.  Bebas dari kebencian apapun.
8.  Menerapkan prinsip tanpa kekerasan
9.  menjalankan kesabaran.
10.   Menghormati pendapat rakyat untuk memajukan perdamaian dan keselarasan (Sridhammananda, 2002: 292-293).


Berkenaan dengan tingkah laku pemerintahan Buddha memberikan nasehat sebagai berikut :
1.   Pemerintah baik harus berlaku adil, tidak berat sebelah, dan tidak mendiskriminasi kan dalam satu kelompok negara dengan yang lainya.
2.   Pemerintahan yang baik tidak menyimpan segala bentuk kebencian terhadap waga negaranya.
3.   Pemerintahan yang baik tidak takut apapun dalam melaksanakan hukum, jika hal itu adil  apa adanya.
4. Pemerintahan yang baik harus memiliki pemahaman yang jelas tentang hukum untuk melaksanakannya (Sridhammananda,2002:293).
Hukum tidak boleh dilaksanakan hanya karena pemerintahan memiliki otoritas untuk memperlakukanya. Hal ini dilakukan harus masuk akal dan dengan akal sehat. Seseorang yang tidak sehat, tidak kompeten, tidak bermoral, tidak layak, tidak mampu, dan tidak untuk kedudukan seorang Raja, telah menobatkan dirinya sendiri sebagai Raja atau penguasa dengan otoritas besar adalah sasaran hukuman oleh rakyat karena tidak pantas dan tidak berharga telah menempatkan dirinya sendiri secara tidak benar dalam kursi kedaulatan penguasa seperti siapa pun yang melanggar kode moral dan peraturan dasar dari segala hukum sosial umat manusia.
Penguasa yang bertindak sebagai perampok rakyat dalam cerita Jataka disebutkan bahwa penguasa yang menghukum orang yang tidak bersalah, dan tidak menghukum orang yang melakukan kejahatan tidak sesuai untuk memerintah suatu negara. Sebagai contoh ada seorang Raja yang selalu memperbaiki dirinya sendiri dan menguji tingkah laku dengan hati-hati dalam perbuatan, perkataan, dan pikiran, mencoba untuk mengetahui, dan mendengarkan pendapat seperti telah melakukan hal yang kurang dan kesalahan pada rakyatnya. Jika melakukan hal tersebut dengan tidak benar rakyat akan mengeluh bahwa mereka ditindas oleh penguasa yang tidak bertanggung jawab dengan memperlakukan tidak adil, hukuman, pajak. Dan mereka akan bereaksi menentang dengan cara lain, sebaliknya  Pemerintah dengan benar mereka akan memberkatinya. Dari hal diatas dapat melihat bahwa ajaran tersebut bersifat universal dan dapat diterapkan pada semua masyarakat.
Pada kehidupan Buddha penekanan pada tugas moral penguasa untuk menggunakan kekuatan rakyat dengan meningkatkan kesejahteraan rakyat yang telah diraih oleh Raja Asokha pada abad 3 sm dan dijadikan sebagai raja yang baik. Mereka memutuskan untuk hidup sesuai dengan dhamma dan melayani warga negara dan seluruh umat manusia. Memperkenalkan praktek kebajikan sosio-moral tentang kejujuran, kebenaran, kasih sayang, kebajikan, tanpa kekerasan, pertimbangan tingkah laku terhadap semua, tidak boros, tidak serakah, dan tidak menyakiti binatang, saling memberi kebebasan beragama dan saling menghormati antara kepercayaan, pergi secara berkala membabarkan dhamma kepada masyarakat (Sri dhammananda, 2002: 294-295).
Masyarakat membangun pelayanan publik seperti mendirikan rumah sakit untuk manusia dan hewan, menyediakan obat-obatan, menanam pohon di pinggir jalan menggali sumur, dan membangun pengairan dan rumah peristirahatan. Hal-hal yang menentang adanya sistem kasta, mengakui persamaan manusia, berbicara demi peningkatan kondisi ekonomi mereka lebih mementingkan pemerataan kekayaan yang lebih adil antara orang kaya dengan orang miskin menjunjung status wanita, menganjurkan penggabungan kemanusiaan dalam pemerintahan dan adminitrasi menganjurkan pada masyarakat supaya tidak serakah dalam segala hal. Tapi hanya pikiran manusia reformasi sejati dapat di jalankan. Reformasi yang diadakan dengan kekerasan terhadap dunia luar akan berumur pendek.
Sikap umat Buddha adalah bahwa reformasi sosial dapat dicapai, bukan dengan kekerasan dan hukuman melainkan dengan pendidikan dan kasih sayang. Reformasi sosial merupakan masalah sekunder, Buddha menegaskan bahwa ada satu jalan yang menuju pada pencapaian duniawi, dan jalan lain yang menuju Nirvana Dhammapada”(Dhp.II.23). Bagaimanapun bahwa umat Buddha tidak boleh terlibat dalam proses politik, yang merupakan kenyataan sosial. Ajaran dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu biasa dan luar biasa. Yang pertama mengacu pada kebutuhan materi yang berhubungan dengan keberadaan manusia, yang kedua memperhatikan cita-cita spiritual kita yang melampaui kebutuhan duniawi. Buddha bersabda bahwa menjalani hidup yang nyaman, aman, dan penuh, merupakan prasyarat yang diperlukan untuk menyiapkan pikiran untuk mencari pemenuhan spiritual.
Kehidupan anggota masyarakat dibentuk oleh hukum dan peraturan, aturan ekonomi diperbolehkan dalam negara dan lembaga pengaturan yang dipengaruhi oleh situasi politik masyarakat tersebut. Sebagai umat Buddha yang terlibat dalam politik, tapi tidak boleh menyalah gunakan agama untuk mendapat kekuatan politik, tidak disarankan bagi mereka yang telah meninggalkan kehidupan duniawi guna menjalani kehidupan suci dan religius untuk terlibat secara aktif ke dalamnya.

C.Pengertian Politik menurut para Ahli
Politik sangat erat kaitannya dengan masalah kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan publik dan alokasi atau distribusi. Pemikiran mengenai politik di dunia barat banyak dipengaruhi oleh Filsuf Yunani Kuno seperti Plato dan Aristoteles yang beranggapan bahwa politik sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik. Usaha untuk mencapai masyarakat yang terbaik ini menyangkut bermacam-macam kegiatan yang diantaranya terdiri dari proses penentuan tujuan dari sistem serta cara-cara melaksanakan tujuan itu. Berikut ini adalah pengertian dan definisi politik menurut beberapa ahli:
1. Aristoteles. 
Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut zoon politikon. Dengan istilah itu ia ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih sudah pasti akan melibatkan hubungan politik. Aristoteles melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, misalnya ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya memengaruhi orang lain agar menerima pandangannya. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Pada umumnya dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanakan tujuan-tujuan itu. 
Politik merupakan upaya atau cara untuk memperoleh sesuatu yang dikehendaki. Namun banyak pula yang beranggapan bahwa politik tidak hanya berkisar di lingkungan kekuasaan negara atau tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh penguasa negara. Dalam beberapa aspek kehidupan, manusia sering melakukan tindakan politik, baik politik dagang, budaya, sosial, maupun dalam aspek kehidupan lainnya. Demikianlah politik selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals) dan bukan tujuan pribadi seseorang (private goals). Politik menyangkut kegiatan berbagai kelompok, termasuk partai politik dan kegiatan-kegiatan perseorangan (individu). Ilmu politik juga banyak pengertian seperti yang dipaparkan oleh para ahli ilmu politik yaitu:
2. Johan Kaspar Bluntschli 
Dalam buku The Teory of the State: “Ilmu Politik adalah ilmu yang memerhatikan masalah kenegaraan, dengan memperjuangkan pengertian dan pemahaman tentang negara dan keadaannya, sifat-sifat dasarnya, dalam berbagai bentuk atau manifestasi pembangunannya.”

3.   Roger F. Soltau.
Dalam bukunya Introduction to Politics: “Ilmu Politik mempelajari negara, tujuan-tujuan negara dan lembaga-lembaga yang akan melaksanakan tujuan itu; hubungan antara negara dengan warga negaranya serta dengan negara-negara lain.”

4.   Joyce Mitchel 
Dalam bukunya Political Analysis and Public Policy: “Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuatan kebijakan umum untuk seluruh masyarakat.”
5.   Harold D. Laswell dan A. Kaplan 
Dalam buku Power Society: “Ilmu Politik mempelajari pembentukan dan pembagian kekuasaan”, dan dalam buku Who gets What, When and How, Laswell menegaskan bahwa “Politik adalah masalah siapa, mendapat apa, kapan dan bagaimana.”
6.   W.A. Robson 
Dalam buku The University Teaching of Social Sciences: “Ilmu Politik mempelajari kekuasaan dalam masyarakat, … yaitu sifat hakiki, dasar, proses-proses, ruang lingkup dan hasil-hasil. Fokus perhatian seorang sarjana ilmu politik … tertuju pada perjuangan untuk mencapai atau mempertahankan kekuasaan, melaksanakan kekuasaan atau pengaruh atas orang lain, atau menentang pelaksanaan kekuasaan itu.”
7.   Karl W. Duetch 
Dalam buku Politics and Government: How People Decide Their Fate: “Politik adalah pengambilan keputusan melalui sarana umum.”


PENGERTIAN DAN PERAN AGAMA DALAM POLITIK


1.  Pengertian Agama secara Umum.

Beberapa acuan yang berkaitan dengan kata  “Agama” pada umumnya; berdasarkan Sansekerta yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Illahi dari kata A-GAM-A, awalan A berarti “tidak” dan GAM berarti “pergi atau berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal, dengan demikian “agama: berarti pedoman hidup yang kekal”
Berdasarkan kitab, SUNARIGAMA yang memunculkan dua istilah; AGAMA dan UGAMA, agama berasal dari kata A-GA-MA, huruf A berarti “awang-awang, kosong atau hampa”, GA berarti “genah atau tempat” dan MA berarti “matahari, terang atau bersinar”, sehingga agama dimaknai sebagai ajaran untuk menguak rahasia misteri Tuhan, sedangkan istilah UGAMA mengandung makna, U atau UDDAHA yang berarti “tirta atau air suci” dan kata GA atau Gni berarti “api”, sedangkan MA atau Maruta berarti “angin atau udara” sehingga dalam hal ini agama berarti sebagai upacara yang harus dilaksanakan dengan sarana air, api, kidung kemenyan atau mantra.
Berdasarkan kitab SADARIGAMA dari bahasa sansekerta IGAMA yang mengandung arti I atau Iswara, GA berarti Jasmani atau tubuh dan MA berarti Amartha berarti “hidup”, sehingga agama berarti Ilmu guna memahami tentang hakikat hidup dan keberadaan Tuhan.

2.  Pengertian Agama menurut Agama Buddha.
Kata ‘agama’ dapat juga didefinisikan sebagai perangkat nilai-nilai atau norma-norma ajaran moral spiritual kerohanian yang mendasari dan membimbing hidup dan kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat. Dalam Buddha Dhamma, kata “Agama” lebih dikenal dengan sebutan Sasana atau Dhamma, yang secara harfiah, berarti kebenaran atau kesunyataan. Agama Buddha sering disebut Buddha Dhamma atau Buddha Sasana, yaitu ajaran yang mengantarkan seseorang yang melaksanakannya agar dapat hidup bahagia di dunia, mati masuk surga dan tujuan usahanya berhasil, orang akan mencapai tujuan akhir umat Buddha yaitu Nibbana.
Buddha Dhamma adalah Dhamma yang diajarkan Buddha, yaitu agama yang pada hakekatnya mengajarkan Hukum-Hukum Abadi, pelajaran tata susila yang mulia, ajaran agama yang mengandung paham-paham filsafat yang mendalam, yang merupakan keseluruhan dan yang tak dapat dipisah-pisahkan. Buddha Dhamma memberikan kepada para penganutnya suatu pandangan tentang Hukum Abadi, yaitu hukum-hukum alam semesta sebagai kekuatan yang menguasai dan mengaturnya.

3.  Peran Agama Dalam Politik
Di tengah-tengah merebaknya isu penggunaan agama dalam politik dan anjuran untuk menjaga diri, agar tidak secara salah menggunakan agama sebagai senjata politik, maka perlu juga mencari contoh-contoh di berbagai kawasan dunia mengenai hal itu. Di Brasil, para pastor Katolik telah mengambil isu agama untuk menghadapi rezim Presiden de Mello. Di Israel mendiang Yitzhak Rabin menghadapi kaum ultrakanan Yahudi, bahkan dia tewas tertembak oleh seorang fanatik yang mengambil ajaran Kitab Torat untuk menghabisi nyawa PM Israel itu.
Masyarakat awam jenuh karena menjadi mangsa slogan partai politik permainan politisi dan menempatkan posisi agama sebagai penyalur aspirasi. Akhir-akhir ini agama cenderung digunakan sebagai instrumen strategi, oleh kalangan politisi guna meraih kemenangan politik untuk mendominasi tampuk pimpinan eksekutif dan mendapat angin dari publik. Perkembangan peranan agama dalam kancah politik, tidak terlepas dari keadaan kehidupan sosial dan memanfaatkan reaksi kaum lemah yang menderita. Mereka menjadikan agama sebagai alat perjuangan alternatif dan menuntut perbaikan asasi akibat tidak menentunya gejolak politik, melarutnya korupsi dan krisis ekonomi suatu pemerintahan. Tidak terjaminnya ketenteraman sosial dan melarutnya praktik politik praktis serba impulsif, yang sering menyimpang dari aturan konstitusi oleh para birokrat yang berkuasa. Masuknya agama di percaturan politik, umumnya berlatar belakang kepentingan etos dan adat kebiasaan suatu rumpun etnis.
Padahal demokrasi menempatkan agama hanya di lingkungan keluarga, pekerjaan, lingkungan pergaulan atau di waktu senggang. Sekalipun proses modernisasi turut memperkaya norma gerejani, namun tidak sedikit menimbulkan ekses punahnya unsur etika tradisi dan jati diri suatu bangsa. Proses modernisasi dan pertumbuhan demokrasi juga menimbulkan berbagai ekses buruk dengan menghilangnya nilai-nilai moral dan etika. Demokrasi juga menjadi penyebab berbagai aksi protes yang menuntut aneka ragam perbaikan serta memasukkan prinsip-prinsip tidak mendasar dan tidak proporsional. Kemajuan teknologi dan ilmu kesehatan ternyata tidak berimbang dengan ledakan kependudukan. Dampak dari kampanye keluarga berencana yang ketat sejak 40 tahun terakhir yang berpengaruh terhadap pertambahan kelahiran, dikaitkan dengan kemajuan medis, dapat mengakibatkan jumlah manusia usia lanjut lebih besar dan tidak berimbang. Fenomena ini mengubah struktur sosial lingkungan masyarakat.
      Berbagai lembaga pemerintahan belum dapat mengantisipasi perubahan yang berkembang begitu pesat, akibat terbentur oleh berbagai kebijakan dan undang-undang yang masih menggunakan pola lama. Akibatnya dunia dilanda berbagai ekses pergolakan. Pakar pengamat masalah gerakan agama, James Turner Johnson berpendapat, "Agama digunakan sebagai alat politik dalam usaha merasionalisasi atau memperoleh suatu identitas sebagai akibat timbulnya perubahan keadaan”. Faktor agama sebagai pemuka dalam percaturan politik terjadi saat timbulnya kevakuman kultur, atau juga disebabkan tumbangnya sistem pemerintahan Orde Lama. Agama tetap berperan di lingkungan sub-kultur dan memberi peluang dalam keterlibatan politik.
      “Hadirnya senjata peluru kendali membuktikan keraguan manusia terhadap keyakinan berkembangnya peradaban sekularisme," demikian pendapat Nathan Gardels pada majalah kwartalan Perpectives yang memfokuskan kegiatan keagamaan di dunia. "Akhir-akhir ini timbul kerinduan mengembalikan tatanan tradisi dan keyakinan terhadap beragama, sebagai kelanjutan hidup" tulis Gardels“Beda persepsi mengenai nasionalisme di alam modern cenderung mengembalikan identitas tribalisme, Pengungkitan akar silsilah hubungan keturunan melalui ikatan mitos sejarah telah memudarkan eksistensi hidup masyarakat pluralistik, yang terbentuk dari proses nasionalisme hasil produk modernisasi." demikian pendapat Martin Marty, pakar pengamat masalah agama dan politik internasional. Sekuat apapun pengaruh agama dalam panggung kekuasaan, tidak pernah abadi. Yang menjadi penghalang, adalah bila berhadapan dengan ekonomi. Karena bidang ini menjadi jaringan yang terkait dalam konstelasi perekonomian dunia ke arah integrasi interdependensi dari trend globalisasi ekonomi.
Tidak satupun pemerintahan ingin terkucil dari dunia luar sejak dunia memasuki era globalisasi, sekalipun menggunakan agama sebagai pagar pemisah. Semua kasus yang melibatkan agama, terbentur oleh hadangan krisis ekonomi dan tuntutan nilai demokrasi. Sedangkan agama kembali berada pada posisi sebagai lembaga moral dan melayani umat menjalankan dan mengamalkan nilai-nilai memanusiakan manusia.
Bila mengamati lebih dalam lagi tentang agama dan politik maka kita akan mengetahui sejauh mana peran agama dalam politik, di sini sudah jelas bahwa agamalah yang berperan dalam politik, karena banyak orang menggunakan agama untuk kemajuan organisasinya dan untuk ketenaran politiknya. Berpolitik tidak salah, selama politik itu tidak menyakiti makhluk lain, karena manusia susah berkembang tanpa adanya politik, apalagi zaman sekarang tiada hari tanpa berpolitik, juga politik bangsa saat ini sangat kacau, tetapi bagi kita pemuda tidak harus meniru politik yang tidak baik dan politik yang membuat masyarakat menderita.

KESIMPULAN


Berdasarkan  pembahasan diatas dapat kita simpulkan bahwa ilmu sosial politik biasanya dipergunakan untuk menjalankan sebuah negara demi kemajuan masyarakat. Walaupun sebenarnya ilmu politik tidak hanya digunakan untuk suatu pemerintahan ilmu politik juga diperlukan dalam sebuah organisasi, sekecil apapun. Berpolitik biasanya lebih mementingkan pada kekuasaan, dan ia yang punya kekuasaan, maka ia yang memenangkanya.
Sedangkan dalam keagamaan selalu mengutamakan pada pencapaian pembebasan (Nibbana), sehingga berpatokan pada ilmu agama bukan kekuasaan dunia. Walaupun begitu dalam agama Buddha Sang Buddha mengajarkan bagaimana berpolitik dalam suatu negara yang baik, demi kesejahteraan masyarakat.seperti yang terdapat dalam sutta-sutta di dalam pembahasan.Walaupun dalam agama selalu mengutamakan pembebasan, namun agama kadang digunakan untuk berpolitik dan menarik massa. Jadi sebenarnya agama dan politik tidak bisa untuk sejalan, sebab dalam politik untuk mendapatkan kekuasaan dan kemenangan dunia, sedangkan agama bertujuan untuk mencapai pembebasan. Untuk mendapatkan kekuasaan manusia dapat melakukan apa saja, tanpa memperdulikan peraturan dalam agama dan kadang dalam berpolitik akan saling  bertolak belakang dengan agama.


DAFTAR PUSTAKA
Gie Kwik Kian, 1995,.Analisis Ekonomi Politik Indonesia. Jakarta PT. Gramedia Pustaka Utama..
Hutamruk, 1984-1989. Garis-Garis Besar Ilmu Politik Pelita Keempat.Jakarta:  Erlangga.
Mukti Krisnanda Wijaya, 2003 Wacana Buddha Dhamma. Jakarta:Yayasan Dharma Pembangunan.
Suekadijo, Claessen, 1987. Antropologi Politik Suatu Orientasi Jakarta :Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar